Jumat, 06 Maret 2009

Anak-anak TKI Kesulitan Dapat Layanan Pendidikan

JAKARTA - Anak-anak TKI yang berada di luar negeri kini sulit mendapatkan layanan pendidikan seperti di Indonesia. Selain persoalan dana, kebijakan negara setempat menjadi hambatan untuk mendirikan sekolah seperti di Indonesia.

Untuk itu, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa akan menggunakan dana APBN Perubahan 2007 sebesar Rp 25 miliar untuk meningkatkan pelayanan pendidikan anak-anak Indonesia di luar negeri, khususnya anak-anak TKI yang sangat sulit mendapat pendidikan.

Menurut Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa pada Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Departemen Pendidikan Nasional Eko Djatmiko Sukarso, selain pendanaan dan kebijakan pendidikan di negara setempat, jumlah murid yang terbatas di tiap negara juga menyebabkan sekolah semacam itu perlu penanganan lebih khusus.

Hingga kini pemerintah baru bisa mendirikan 14 sekolah khusus bagi anak-anak Indonesia di luar negeri.

''Jumlah sekolah Indonesia di luar negeri memang masih terbatas. Bahkan di Damaskus, sebuah ruang kelas digunakan untuk melayani murid TK, SD, hingga SMA secara bersamaan karena jumlah muridnya sedikit,'' kata Eko di Jakarta, Rabu (20/6).

Dikatakan, ke-14 sekolah Indonesia tersebar di Asia, Eropa, dan Afrika, di antaranya di Kuala Lumpur (Malaysia), Bangkok (Thailand), Davao (Filipina), Tokyo (Jepang), Yangoon (Myanmar), Jeddah dan Riyadh (Arab Saudi), Kairo (Mesir), Denhaag (Belanda), Damaskus (Siria), Moskow (Rusia), Beograd (Yugoslavia) dan Wassenar (Belanda).

Relatif Sedikit

Eko menjelaskan, dari jumlah itu, sekolah-sekolah yang memakai sistem pendidikan yang sama dengan di Indonesia relatif sedikit, bahkan mungkin hanya sekolah di Kuala Lumpur.

''Kendala utama, pemerintah bersangkutan melarang berdirinya sekolah-sekolah semacam itu. Selain itu, karena jumlah siswanya terbatas, maka satu kelas kerap diisi oleh berbagai tingkatan usia dan kelas,'' ujarnya.

Karena itu, tambah Eko, sekolah-sekolah semacam itu dianggap lebih cocok jika menggunakan sistem pendidikan layanan khusus atau pendidikan khusus.

Dia menjelaskan, untuk meningkatkan pendidikan layanan khusus bagi sekolah Indonesia di luar negeri, maka pada tahun 2007 Depdiknas melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa akan menyalurkan dana yang berasal dari APBN Perubahan 2007.

''Layanan pendidikan ini termasuk bagi anak-anak tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri seperti di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Jeddah yang akan memperoleh pendidikan layanan khusus (PLK) atau sekolah khusus mulai 2007,'' katanya.(J22-49)

KUPANG,SABTU-Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) harus mendukung pendidikan layanan khusus. Program ini diprioritaskan untuk anak usia sekolah di lokasi bencana, pulau atau desa terisolir, anak-anak dari keluarga sangat miskin, terbelakang, dan tidak punya orangtua.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Tobias Uly di Kupang, Sabtu (11/10) mengatakan, pendidikan layanan khusus diprioritaskan bagi anak-anak termarjinal. Mereka yang selama ini tidak mendapat pelayanan pendidikan sama sekali karena berbagai persoalani. "NTT anak-anak kelompok marjinal ini cukup banyak, selain karena kemiskinan juga kondisi wilayah kepulauan yang sangat sulit dijangkaui. Saat ini sedang dilakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka proaktif memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mengikuti program ini,"katanya.

Peluncuran program ini untuk membantu kelompok masyarakat usia sekolah dasar yang selama ini tidak pernah tersentuh pendidikan. Diharapkan program ini dapat mengatasi kasus buta aksara di NTT yang sampai saat ini mencapai 300.000 lebih. Pendidikan bagi anak anak yang tergolong marjinal tidak dipungut biaya seperti sekolah formal. Guru-guru yang mengajar, adalah guru negeri.

Proses belajar mengajar disesuaikan dengan kondisi dan tempat tinggal para calon siswa. Pendidikan ini juga mengeluarkan ijazah yang sama seperti sekolah formal. Tetapi jenjang pendidikan layanan khusus hanya berlaku bagi tingkat sekolah dasar, dan masuk SMP mereka sudah bisa bergabung di sekolah formal. Diutamakan dalam pendidikan ini adalah keterampilan siswa untuk bisa menulis, membaca dan menghitung. Dengan modal ini mereka bisa lanjut ke SMP, dan tidak masuk kategori buta aksara lagi.

YOGYAKARTA, MINGGU - Sebagai wujud pengabdian masyarakat, Universitas Atma Jaya atau UAJY Yogyakarta akan memprioritaskan pendidikan masyarakat sekitar kampus. Terdapat sejumlah kemudahan untuk warga di sekitar kampus yang mendaftar kuliah di UAJY.

Rektor UAJY Yogykarta Dibyo Prabowo mengatakan, rencana ini berusaha direalisasikan mulai tahun ajaran 2008/2009. Sejumlah kemudahan itu antara lain penggratisan sumbangan penyelenggaraan pendidikan dan kemudahan tes seleksi masuk kuliah.

"Kemudahan diambil karena sebagian besar masyarakat di sekitar kampus UAJY tergolong tidak kuat secara finansial. Kita tidak bisa hanya memberi ruang untuk masyarakat yang mampu atau berprestasi saja," katanya usai menghadiri acara Halal Bihalal Keluarga UAJY dan warga sekitar di Yogyakarta, Minggu (12/10).

Selama ini, kata Dibyo, belum ada yang memfokuskan perhatian pada pendidikan tinggi pada warga sekitar kampus. Sebagian besar kemudahan kuliah untuk masyarakat diberikan dengan cakupan daerah lebih luas dan biasanya disertai dengan syarat nilai dan prestasi. "Karena itu, harus mulai ada yang memperhatikan arah itu," kata Dibyo.

Dibyo mengatakan, pengabdian masyarakat ini juga sebagai bentuk balas jasa atas penerimaan masyarakat terhadap keberadaan UAJY. Masyarakat sekitar ber peran penting dalam kelangsungan suatu lembaga pendidikan. Dengan penerimaan dan dukungan dari masyarakat, proses pendidikan maupun pengembangan suatu lembaga pendidikan bisa mencapai hasil yang lebih baik.

"Contoh yang paling ekstrim apabila keberadaan lembaga pendidikan tak disertai dukungan masyarakat bisa berupa perusakan gedung atau intimidasi pada peserta didik," katanya.

Menyadari hal itu, UAJY berusaha terus memelihara jalinan baik dengan masyarakat. Salah satunya dengan halal bihalal maupun buka bersama yang berlangsung di UAJY setiap sekali setahun selama sekitar 10 tahun terakhir.

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UAJY Bernardus Kristiyanto mengatakan, pengabdian masyarakat merupakan salah satu keunggulan yang membuat nama UAJY Yogyakarta dikenal.

"Namun, pengembangan dalam bidang pengabdian masyarakat ini masih terkendala keterbatasan sarana dan dana. Sampai sekarang pusat pengabdian masyarakat masih menjadi satu dengan pusat penelitian. Akan lebih baik kalau dipisah sehingga program-programnya bisa terfokus," katanya.

JAKARTA, KAMIS - Sekitar satu juta anak usia sekolah yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa dengan IQ di atas 125 belum terlayani pendidikan yang sesuai kebutuhan mereka. Padahal, anak-anak unggul ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang mampu mengembangkan potensi dan keistimewaan mereka.

Amril Muhammad, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara, Pengembang, dan Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa (Asosiasi CB/BI), di Jakarta, Rabu (28/1), mengatakan, dari penelitian yang dilakukan, terdapat sekitar 2,2 persen anak usia sekolah yang memiliki kualifikasi cerdas istimewa.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, ada 52,9 juta anak usia sekolah. Artinya, terdapat sekitar 1,05 juta anak cerdas/berbakat istimewa di Indonesia.

Akan tetapi, jumlah siswa cerdas/berbakat istimewa yang sudah terlayani di sekolah akselerasi masih sangat kecil, yaitu 4.510 orang. Artinya, baru sekitar 0,43 persen siswa cerdas/berbakat istimewa yang terlayani.

Namun, layanan pendidikan yang didapatkan anak-anak cerdas istimewa ini belum mampu memunculkan keunggulan mereka.

"Kompetensi anak-anak ini tidak menonjol, baru sekadar mengembangkan kepintaran. Karena itu, harus ada perbaikan dalam layanan pendidikan pada anak-anak ini," kata Amril.

Belum optimalkan potensi

Kebijakan pemerintah mengakomodasi anak-anak cerdas istimewa di kelas-kelas akselerasi, menurut Amril, bukanlah satu- satunya metode yang tepat. Sebab, kebutuhan yang dipenuhi baru pada cepatnya selesai masa studi, belum pada pengembangan potensi serta keunggulan kompetensi anak-anak tersebut.

Amril menambahkan, banyak anak cerdas istimewa di daerah justru merasa enggan memilih kelas akselerasi. Ada ketakutan jika mengikuti metode yang ditawarkan pemerintah saat ini, mereka akan tertekan dan kehilangan masa remaja mereka.

Eko Djatmiko Sukarso, Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas, mengakui jika penanganan terhadap anak-anak cerdas/berbakat istimewa yang sebenarnya diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Perlindungan Anak belum optimal. Citra kelas akselerasi yang selama ini diandalkan untuk melayani anak-anak ini justru belum dirasakan manfaatnya karena keistimewaan mereka tidak terlihat.

Menurut Eko Djatmiko, pembenahan sudah mulai dilakukan dalam layanan pendidikan di kelas-kelas akselerasi. Anak-anak cerdas istimewa dengan IQ di atas 125 itu belajar bersama untuk bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Di luar mata pelajaran tersebut, anak-anak cerdas istimewa bergabung dengan siswa reguler lainnya.(ELN)

JAKARTA, JUMAT — Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo bertemu dengan Direktur Sokola Rimba Saur Marlina alias Butet Manurung. Dalam kesempatan tersebut, mereka membicarakan mengenai pendidikan bagi anak suku minoritas terpencil. Sokola Rimba menawarkan pengajaran baca, tulis, dan hitung kepada orang Rimba yang hidup di Hutan Bukit Dua Belas, Jambi.

Butet Manurung mengungkapkan, bentuk formal pendidikan untuk anak-anak di daerah terpencil sebaiknya direduksi. Pendidikan bagi mereka lebih tepat disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter masing-masing lokasi dengan indikator keberhasilan yang bersifat lokal. Dia mencontohkan, tanpa life skill yang dekat dengan kehidupan lokal, anak akan bertanya manfaat sekolah bagi masa depan mereka.

Sokola juga membutuhkan sukarelawan dan bantuan tenaga yang bersifat tetap. Model kuliah kerja nyata (KKN) tematis dalam rangka penuntasan wajib belajar memang baik, tetapi tidak berkesinambungan. Untuk beradaptasi juga butuh waktu. "Pernah ada 10 mahasiswa Universitas Gadjah Mada KKN ke tempat kami dan tak berapa lama sembilan di antaranya jatuh sakit," ujarnya.

Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan akan membuat skema pemberian blockgrant secara khusus bagi pendidikan anak suku minoritas terpencil itu. Blockgrant itu harus berbeda dengan sekolah formal.

Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas Eko Jatmiko Sukarso mencatat, terdapat 747 etnis minoritas terpencil. Depdiknas sendiri bekerja sama dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat, pondok pesantren, organisasi masyarakat, dan universitas sudah mengadakan pendidikan layanan khusus bagi sejumlah etnis tersebut.

Senin, 10 Maret 2008 | 00:50 WIB

Nusa Dua, Jakarta - Peningkatan jumlah dan kualitas guru menjadi isu utama dalam pertemuan sembilan menteri pendidikan negara-negara berpenduduk besar. Hanya sekitar 50 persen guru yang mempunyai latar belakang pendidikan sarjana kependidikan atau pendidikan khusus menjadi guru.

Di Indonesia, hanya sepertiga guru berlatar belakang pendidikan setara sarjana. Di antara negara-negara berpenduduk besar itu, hanya Brasil dan Meksiko yang memiliki guru dengan pendidikan memadai. Adapun di China, India, Nigeria, dan Pakistan, jumlah guru yang berpendidikan tinggi, terlebih lagi khusus di bidang kependidikan, masih di bawah 40 persen.

Demikian terungkap dalam jumpa pers terkait pertemuan Seventh E-9 Ministerial Review Meeting on Education for All yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, Minggu (9/3). Grup E-9 beranggotakan para menteri pendidikan dari sembilan negara berpenduduk besar di dunia, yaitu Banglades, Brasil, China, India, Indonesia, Meksiko, Mesir, Nigeria, dan Pakistan. Pertemuan E-9 ketujuh tersebut diselenggarakan di Bali, 10-12 Maret 2008.

Dibahas luas

Guru dipandang sebagai unsur sangat vital dalam pembangunan pendidikan. Dalam pertemuan para menteri tersebut, isu tenaga pendidik atau guru dibahas secara luas, mulai dari pendidikan guna persiapan tenaga guru, perkembangan karier guru, serta penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran jarak jauh.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal menyatakan, ketersediaan guru masih menjadi masalah besar. Untuk mencapai target Education for All di negara-negara UNESCO atau Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan, dibutuhkan sekitar 18 juta guru baru, dan 40 persen dari jumlah tersebut dibutuhkan oleh sembilan negara berpenduduk besar tersebut.

Chief Section for Teacher Education Division of Higher Education UNESCO Caroline Pontefract mengungkapkan, tidak mudah mendapatkan orang yang tepat untuk menjadi guru. Apalagi, disertai dengan latar belakang pendidikan atau akademik yang baik dan relevan. Salah satu penyebabnya ialah kurang dihargainya profesi guru.

”Bagaimana membuat karier guru lebih dihargai dan kesejahteraan memadai,” ujarnya.

Caroline menambahkan, untuk menentukan dan mengukur kebijakan negara terhadap persoalan guru harus berdasarkan bukti-bukti yang terangkum dalam sistem koleksi data.

Fasli menambahkan, di Indonesia telah ada upaya memerhatikan kualitas dan kesejahteraan guru. Di masa lalu, anggaran lebih banyak disalurkan untuk pembangunan fisik. Pembangunan sumber daya manusia, termasuk guru, masih sangat kurang sehingga status dan kebanggaan menjadi guru terus menurun.

Indonesia telah memulai dengan ide mencanangkan guru sebagai profesi. Tantangannya ialah menjadikan guru sebagai profesi yang menarik dan menjaga jalur karir mereka,” ujarnya. (INE)

KUPANG,SABTU-Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) harus mendukung pendidikan layanan khusus. Program ini diprioritaskan untuk anak usia sekolah di lokasi bencana, pulau atau desa terisolir, anak-anak dari keluarga sangat miskin, terbelakang, dan tidak punya orangtua.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Tobias Uly di Kupang, Sabtu (11/10) mengatakan, pendidikan layanan khusus diprioritaskan bagi anak-anak termarjinal. Mereka yang selama ini tidak mendapat pelayanan pendidikan sama sekali karena berbagai persoalani. "NTT anak-anak kelompok marjinal ini cukup banyak, selain karena kemiskinan juga kondisi wilayah kepulauan yang sangat sulit dijangkaui. Saat ini sedang dilakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka proaktif memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mengikuti program ini,"katanya.

Peluncuran program ini untuk membantu kelompok masyarakat usia sekolah dasar yang selama ini tidak pernah tersentuh pendidikan. Diharapkan program ini dapat mengatasi kasus buta aksara di NTT yang sampai saat ini mencapai 300.000 lebih. Pendidikan bagi anak anak yang tergolong marjinal tidak dipungut biaya seperti sekolah formal. Guru-guru yang mengajar, adalah guru negeri.

Proses belajar mengajar disesuaikan dengan kondisi dan tempat tinggal para calon siswa. Pendidikan ini juga mengeluarkan ijazah yang sama seperti sekolah formal. Tetapi jenjang pendidikan layanan khusus hanya berlaku bagi tingkat sekolah dasar, dan masuk SMP mereka sudah bisa bergabung di sekolah formal. Diutamakan dalam pendidikan ini adalah keterampilan siswa untuk bisa menulis, membaca dan menghitung. Dengan modal ini mereka bisa lanjut ke SMP, dan tidak masuk kategori buta aksara lagi.

Tidak ada kesejarahan yang menyebabkan keterlibatannya dengan dunia orang-orang berkebutuhan khusus, kecuali latar belakang kuliahnya di IKIP Yogyakarta, Jurusan Pendidikan Luar Biasa. Tidak banyak pula orang yang berusaha menampilkan orang-orang berkemampuan khusus ini secara massal dalam sebuah gerakan.

Orang yang melibatkan diri dalam dunia orang-orang berkebutuhan khusus dalam satu kehebohan massal itu adalah Ciptono.

Kehebohan terjadi pada suatu hari di tahun 2002. Pada hari itu, jalan-jalan protokol Kota Semarang dipadati arak-arakan mereka yang berkebutuhan khusus, mulai dari tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan tunagrahita. Mereka berjalan perlahan, merayap di atas kursi roda bersama orangtua dan guru-guru sekolah luar biasa. Hari itu sekan-akan menjadi ”hari mereka yang berkebutuhan khusus”.

”Tujuan saya mengadakan acara bagi mereka yang berkebutuhan khusus itu tidak lain untuk mencari bakat-bakat terpendam yang ada pada diri mereka. Ternyata saya memang bisa menemukan bakat-bakat mereka,” kata Ciptono.

Dia mengenang kiprahnya di balik penyelenggaraan acara bertajuk ”Lomba Jalan Sehat Keluarga Pendidikan Luar Biasa” itu.

Pria kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, ini ditemui di Jakarta pekan lalu seusai menerima penghargaan ISO 2009 di Lampung.

Ciptono lalu menjelaskan latar belakang diadakannya acara jalan sehat itu. Acara tersebut diselenggarakan agar para siswa berkebutuhan khusus bisa tampil lebih percaya diri di tengah masyarakat. Prinsipnya, kata Ciptono, ”Mereka (berkebutuhan khusus) tidak perlu dikasihani, tetapi harus diberi kesempatan.”

Maka, acara itu kemudian digunakan sebagai kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk menampilkan kemampuannya, di bidang seni maupun keterampilan.

Dari acara terbesar pertama di Semarang bagi mereka dengan kebutuhan khusus ini ditemukanlah Delly Meladi, penyandang tunanetra bersuara merdu yang mampu menghafal lebih dari 1.000 lagu. Penyandang tunanetra lainnya, Mega Putri, ditemukan sebagai pembaca puisi. Ada lagi Bambang Muri, penyandang tunagrahita, yang sama seperti Delly pandai bernyanyi.

Ciptono tidak menyangka bahwa kegiatan jalan sehat itu telah melahirkan efek domino yang baik bagi perubahan mereka dengan kebutuhan khusus. Selain bisa muncul dari panggung ke panggung, suara mereka juga direkam dalam bentuk kaset atau video compact disc (VCD).

Sampai sekarang Ciptono telah menghasilkan lima VCD dan satu kaset. Salah satunya adalah VCD yang dikeluarkan Badan Koordinasi Pendidikan Luar Biasa Jawa Tengah berlabel Keplok Ora Tombok (ikut bersenang-senang tanpa membayar).

VCD itu menampilkan Delly, Mega, dan Bambang. Penari latar yang mengiringi ketiga penyanyi itu pun berasal dari siswa-siswi SMALB C/D1 YPAC Semarang.

”Pokoknya semua yang terlibat di dalamnya adalah anak-anak berkebutuhan khusus,” kata Ciptono.

JAKARTA, SELASA - Masalah seksual masih tabu untuk dibicarakan, baik dalam keluarga maupun di luar lingkungan keluarga, sehingga banyak informasi keliru tentang pengetahuan seksual. Hal ini perlu segera dibenahi melalui pendidikan seksual sesuai usia dan pendidikan.

"Informasi mengenai seks banyak didapatkan dari media cetak dan elektronik yang sangat mudah diakses oleh anak-anak dan remaja, " kata ahli penyakit kulit dan kelamin dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Sjaiful Fahmi Daili, Selasa ( 25/11), di Jakarta.

Agar tidak memperoleh informasi keliru mengenai pengetahuan seksual, lanjut Sjaiful, materi pendidikan seksual seharusnya diperkenalkan dalam keluarga dan di luar lingkungan keluarga terutama di sekolah. Karena sebagian masyarakat masi h tabu berbicara mengenai seksual, banyak anak perempuan kebingungan ketika pertama kali mendapat menstruasi, ujarnya.

Pemberian pendidikan seksual bukan berarti membuka peluang untuk perilaku seks bebas, melainkan lebih menekankan mengenai perbedaan lelaki dan perempuan secara seksual, kapan terjadi pembuahan, apa dampaknya jika berperilaku seks tanpa dilandasi tanggung jawab termasuk risiko terkena infeksi menular seksual, kata Sjaiful.

Berbagai jenis infeksi menular seksual pada perempuan dan laki-laki dapat menyebabkan infeksi saluran reproduksi atau ISR dan komplikasi yang berlanjut. Hal ini terutama karena keterlambatan diagnosis dan penanganan yang tidak tepat. Apalagi, beberapa jenis infeksi menular seksual pada wanita tidak menimbulkan gejala khas, ujarnya.

Sjaiful menjelaskan, ditinjau dari segi usia ternyata pasien IMS yang paling menderita adalah kelompok usia muda, karena perilaku dan kondisi biologisnya yang belum matang. Perhatian khusus harus diberikan kepada kelompok ini, khususnya para remaja yang selama ini terabaikan. Salah satunya, dengan mengenalkan pendidikan seksual disesuaikan umur dan pendidikan, kata dia.

JAKARTA, SELASA — Komandan Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara Marsma Harry Budiono menutup dua pendidikan, Kursus Komandan Kompi dan Kursus Spesialisasi Bravo, di Wing III Diklat Paskhas, Pangkalan Udara TNI AU Sulaiman, Bandung, Selasa, (9/12).

Kedua jenis pendidikan berlangsung tiga bulan diikuti 18 orang prajurit Paskhas berpangkat perwira dari batalyon satuan jajaran Korpaskhas seluruh Indonesia (Sus Danki) dan 29 orang prajurit Paskhas (Sus Bravo).

Predikat siswa terbaik diperoleh Letda Pasukan David Dulinggomang dari Batalyon 461 Paskhas Jakarta dan Prada Laude Ronie dari Detasemen Bravo.

Dalam pidato sambutannya, Harry mengatakan, penyelenggaraan kedua jenis pendidikan kursus tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan prajurit Paskhas yang siap digunakan sesuai kemampuan untuk mendukung, baik tugas-tugas Korpaskhas, maupun tugas bersama satuan TNI lain.

JAKARTA, JUMAT - Kunjungan Perdana Menteri Australia Kevin Michael Rudd di dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama (PBNU), Jumat (13/6) mendapat sambutan baik. Hal itu terlihat dari persiapan yang dilakukan anak buah Hasyim Muzadi dan Dien Syamsudin ketika PM ke-26 Australia tersebut.

Meskipun, kehadirannya tak lebih dari 20 menit di masing-masing tempat, Kantor PP Muhammadiyah di kawasan Menteng dan PBNU di Kramat Raya, Jakarta Pusat. Bagi NU, kemitraan antara Nahdlatul Ulama dan pemerintah Australia merupakan bentuk apresiasi pemerintah Australia terhadap NU sebagai sebuah organisasi yang selama ini berperan dalam pengembangan masyarakat demokratis yang toleran dengan kekuatan madzhab dan sikap keagamaannya.

"NU selama ini banyak bergerak di bidang keagamaan, pendidikan dan sosial. NU juga organisasi Islam yang bisa berhubungan baik dengan berbagai agama dan intens melakukan dialog antar keyakinan," kata Rudd dalam sambutannya saat berkunjung ke PBNU.

Di PP Muhammadiyah, Rudd juga menyampaikan apresiasi yang tak jauh berbeda. Dalam sambutannya yang hanya berdurasi tak lebih dari 5 menit, ia menilai Muhammadiyah tak hanya sebagai organisasi yang besar secara jumlah (massa), tapi juga besar kontribusinya bagi Indonesia.

Kedua organisasi Islam itu, kata Rudd, memberikan peran yang besar pada masa pemulihan masyarakat pascabencana alam yang melanda kawasan Indonesia.Oleh karena itu, meski hanya melakukan kunjungan singkat, pemerintah Australia, kata Rudd, sangat bangga bisa melakukan kerjasama yang diwujudkan dalam penandatanganan MOU dengan kedua organisasi tersebut.

Isinya, pengembangan Indonesia ke arah yang lebih baik dalam berbagai bidang. Diantaranya, lingkup manajemen bencana meliputi pengurangan kerentanan bencana melalui pendekatan menyeluruh terhadap masyarakat pesantren berbasis manajemen risiko bencana.

Pada lingkup pendidikan, fokusnya diarahkan pada pembangunan kualitas dan kapasitas sekolah Islam. Sementara, di lingkup pemerintahan, melakukan penguatan demokrasi melalui monitoring pemilu dan pendidikan Pemilu.

Kunjungan 20 menit Rudd, memang memberikan arti bagi dua organisasi Islam itu dan bagi pengembangan Indonesia. Uniknya, ada celotehan lucu dari para petugas yang mempersiapkan segala sesuatunya menjelang acara. "Lah, cuma sebentar. Nyiapinnya lama," celetuk salah satu petugas bagian sound saat melihat Rudd bersiap-siap meninggalkan lantai 8 Gedung PBNU.

YOGYAKARTA, SELASA — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah kebodohan, kemiskinan, dan krisis akhlak yang belakangan ini begitu memprihatinkan.

"Dalam kaitan itu, perlu kiranya Departemen Agama (Depag) meningkatkan upaya penanggulangan melalui program kegiatan yang terencana dan terarah sesuai tanggung jawab melalui pendidikan agama dan keagamaan," katanya di Yogyakarta, Selasa.

Selain itu, katanya pada peresmian gedung Kanwil Depag DIY, Depag juga diharapkan dapat mengatasi masalah kebodohan sebagai penyebab keterbelakangan bangsa ini, dan bisa menjadi pelopor dalam upaya perbaikan akhlak dan moral bangsa khususnya dalam pemberantasan korupsi.

Menurut dia, Depag hendaknya juga dapat meningkatkan kontribusi melalui pemberdayaan lembaga sosial keagamaan seperti masjid, gereja, pura, dan tempat ibadah lain sebagai pusat kegiatan sosial kemasyarakatan.

Depag bersama instansi terkait juga diharapkan mengembangkan kebijakan di bidang pengelolaan zakat, infak, sedekah, wakaf, serta dana sosial keagamaan lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menanggulangi kemiskinan.

Ia mengatakan, dengan diresmikannya kantor baru yang cukup megah, diharapkan seluruh aparat Depag dapat lebih meningkatkan kinerja dan menjadikannya perekat hubungan antaragama dan pemeluknya menjadi semakin harmonis.

"Sesuai khitah, negara menjamin semua umat beragama untuk mengamalkan ajaran agamanya, baik kehidupan pribadi, maupun dalam pergaulan sosial kemasyarakatan sehingga tercipta kehidupan yang saling menghargai antarumat beragama di tengah masyarakat," katanya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Depag DIY Afandi mengatakan, secara keseluruhan pembangunan gedung tersebut sebesar Rp 11,163 miliar.

"Dengan perincian dana DIPA 2007 sebesar Rp 3,841 miliar, DIPA 2008 Rp 6 miliar dan Rp 1,5 miliar," katanya. Peresmian gedung tersebut ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Sultan Hamengku Buwono X.

JAKARTA, JUMAT — Wapres Jusuf Kalla meminta Komisi Perlinduangan Anak Indonesia supaya menindaklanjuti kasus tindakan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak didik dan eksploitasi anak-anak kepada kepolisian.

Hal itu disampaikan Wapres Kalla seusai shalat Jumat. "Memang saya minta supaya KPAI lebih keras bertindak untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual dan eksploitasi anak-anak. Kalau perlu dilaporkan kepada polisi," tandas Wapres.

Wapres sendiri menyampaikan hal itu saat menerima pimpinan dan pengurus KPAI yang akan menyelenggarakan Rakornas pada pertengahan November.

Sebelumnya, Masnah Sari yang didampingi Sekretaris KPAI Hadi Supeno menyebutkan, kecenderungan tindak kekerasan terhadap anak didik oleh gurunya di kelas semakin meningkat. Dari data yang dikompilasi oleh KPAI selama tahun 2007 dalam pemberitaan pers, terjadi 555 tindak kekerasan terhadap anak.

"Dari jumlah itu, sebanyak 11,8 persennnya dilakukan oleh guru-guru di sekolahnya, sedangkan 18 persen dilakukan oleh anggota keluarga terdekat. Namun, pada tahun ini hingga Juli lalu tindak kekerasan terhadap anak didik semakin meningkat, bahkan sampai 39 persen. Sementara itu, yang dilakukan oleh keluarga terdekat hanya 18 persen. Oleh sebab itu, KPAI akan berkoordinasi dengan Depdiknas," ujarnya.

Lebih jauh Hadi Supeno mengatakan, sangat disayangkan jika Persatuan Guru Republik Indonesia akan melakukan uji materil terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak.

SEMARANG, KAMIS - Kondisi Pendidikan Islam di Indonesia saat ini belum kondusif. Hal ini karena sebagian umat Islam di Indonesia belum siap untuk menghadapi dan melakukan transformasi sosial-budaya secara kreatif.

Demikian disampaikan Menteri Agama Maftuh Basyuni melalui sambutannya dalam Seminar Nasional Membangun Pendidikan Islam Berbasis ICT (Information and Communication Technology), di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, Jawa Tengah, Kamis (12/2).

Menurut Menteri Agama, ketidaksiapan tersebut dapat terlihat dari kondisi budaya dan keagamaan yang masih rapuh, taraf pendidikan umat yang masih rendah, kelembagaan pendidikan yang hanya meniru sistem dari luar, pembelajaran yang tidak inovatif karena hanya melestarikan yang sudah ada, dan orientasi pendidikan yang lebih banyak untuk menjadi pekerja dibandingkan menciptakan lapangan pekerjaan.

"Apa yang saya paparkan bukan untuk memupuk pesimisme, melainkan menjadikan landasan berpikir membangun pendidikan Islam yang cocok dengan perkembangan zaman saat ini," ujar Maftuh.

Untuk itu, Maftuh mengemukakan tiga langkah yang bisa ditempuh agar pendidikan Islam dapat berkesinambungan dengan dinamika masyarakat. Pertama, umat Islam harus berani melakukan lompatan kuantum dengan keluar dari kebiasaan atau pola hidup bermalas-malasan, kurang percaya diri, tidak disiplin, dan produktivitas kerja rendah. Kedua, melakukan transformasi kelembagaan pendidikan. Ketiga, memanfaatkan kemajuan sains dan teknologi dengan ICT.

"Sains dan teknologi merupakan faktor dominan dalam kebudayaan dan peradaban manusia. Tak ragu lagi, teknologi telah mengubah cara pandang masyarakat," ucapnya.

Rektor IAIN Walisongo Abdul Djamil mengatakan, dalam pendidikan berbasis ICT, guru tidak lagi sebagai sumber pengetahuan melainkan sebagai penuntun muridnya dalam mengakses informasi yang tak terbatas.

Maftuh mengungkapkan, terdapat 28 perguruan tinggi Islam yang terdiri dari 14 IAIN, 6 UIN, dan 8 STAIN yang akan menerapkan pendidikan Islam berbasis ICT ini. Perusahaan yang digandeng sebagai penyedia teknologi dalam hal ini adalah PT Telkom.

Maftuh menambahkan, penerapan ICT dalam lembaga pendidikan Islam juga memungkinkan perguruan tinggi Islam untuk bersaing dengan perguruan tinggi negeri.

MAKASSAR, JUMAT - Menindaklanjuti janji-janji kampanye Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, Jumat (6/6), di Makassar mencanangkan pendidikan gratis untuki provinsi tersebut.

Pencanangan ditandai dengan penandatangan prasasti oleh Mendiknas di Rumah Jabatan Gubernur, disaksikan Syahrul Yasin Limpo. "Inilah provinsi pertama yang serius melaksanakan pendidikan gratis," ujar Mendiknas Bambang Sudibyo.

Semula, pencanangan hanya dirancang sebagai uji coba pada 11 kabuapten/kota. Namun, kemarin sudah tercakup langsung 23 Kabupaten/kota se-Sulsel. Mendiknas mengharapkan pelaksanaannya berjalan dengan baik dan berhasil sehingga Sulsel kelak dijadikan model secara nasional.

Komponen-komponen pembiyaan yang digratiskan yaitu pembayaran seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru; pembelian buku teks pelajaran buku referensi lainnya; pembelian bahan-bahan habis pakai; pembiayaan kegiataan kesiswaan; pembiayaan ulangan harian, ulangan umum dan ujian sekolah; pengembangan profesi guru; pembiayaan perawatan sekolah; pembiayaan langganan daya dan jasa (listrik,air,telepon); pembiayaan honorarium bulanan guru honorer dan tenaga pendidikan honorer sekolah; pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin dari dan ke sekolah.

Khusus untuk pesantren dan sekolah keagamaan nonmuslim, pendidikan gratis dapat digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan peralatan ibadah; pembiayaan pengelolaan pendidikan gratis: alat tulis kantor, penggandaan, surat menyurat dan lain-lain; insentif bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.

Bila terdapat sisa dana dan mencukupi, akan digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran dan mobiler. Pada kesempatan tersebut Mendiknas menyerahkan bantuan mobil Taman Bacaan Tahap Pertama kepada 7 kabupaten di Sulsel yaitu Jeneponto, Sinjai, Bulukumba, Barru, Wajo, Bone, dan Pangkep.

Sluku-sluku bathok, bathoke ela-elo, Mbah Kromo menyang Solo, oleh-olehe wedhus Jowo, Pak Injit cilolobah, wong mati ora obah, nek obah medeni bocah, nek urip golek-o duit

Riuh tawa dan tepuk tangan ibu-ibu bergemuruh di Balai Desa Gerbosari, Samigaluh, Kulon Progo, ketika menyaksikan Salsabila (3) lantang menyanyikan lagu dolanan anak Sluku-sluku Bathok. Putri kedua Ny Siti Tatiroh (35) ini tampil cantik di atas pentas dengan baju warna merah muda kebanggaannya.

Dalam acara Gebyar PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) se-Kecamatan Samigaluh, Rabu (30/4), Salsabila tidak tampil sendiri. Ratusan anak unjuk kebolehan di panggung Balai Desa Gerbosari. Ada yang menyanyi, menggambar, dan menari.

"Sekarang anak saya lebih 'pe-de' (percaya diri), enggak seperti dulu yang amat pemalu," tutur Siti yang tak henti-hentinya mencium gemas pipi Salsabila.

Keberanian Salsabila untuk tampil di muka umum muncul setelah bergabung dengan pos PAUD Fajar Imani di Dusun Kaliduren, Kebonharjo. Di dusun yang berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat kecamatan Samigaluh ini, pos itu sudah hadir sejak empat tahun lalu.

Siti mengaku, awalnya tidak terlalu tertarik untuk mendaftarkan anaknya kelak ke pos PAUD. Ia mengira pos tersebut sama seperti taman bermain biasa, lagi pula sepertinya biaya masuknya mahal. Namun, ternyata ia salah.

"Di pos, anak-anak tidak dipungut biaya apa pun, paling-paling hanya Rp 1.000 untuk satu kali pertemuan tiap minggu. Itu untuk pengganti makanan dan alat-alat bermain," tutur wanita yang menyambi kerja sebagai buruh tani ini.

Selain itu, ia melihat perbedaan antara anak-anak yang belajar di pos PAUD dan yang diasuh sendiri oleh ibunya. Anak-anak lulusan pos tampil lebih ceria, berani, kreatif, mampu bersosialisasi, dan lebih mudah menerima pelajaran di tingkat taman kanak-kanak sebelum ke sekolah dasar.

Tanpa ragu lagi, Siti segera mendaftarkan Salsabila sejak awal tahun ini. Ia boleh berbangga, baru empat bulan bergabung, Salsabila sudah menjelma jadi bintang panggung dalam acara Gebyar PAUD Samigaluh, Rabu kemarin.

Ika Nurhayani dan Puji Astuti, pengajar PAUD Galuh Siwi, Gerbosari, menambahkan, saat ini semakin banyak masyarakat yang sudah merasakan manfaat keberadaan lembaga itu. Sosialisasi manfaat secara getok tular (dari mulut ke mulut) membuat banyak ibu mulai mendaftarkan anak ke pos terdekat.

Menurut Ika, sistem belajar yang diterapkan di pos tersebut mendukung proses peningkatan kecerdasan dan pembentukan kepribadian dalam masa tumbuh-kembang anak di usia 0-6 tahun. "Pada usia ini daya serap anak terhadap berbagai pengetahuan amat tinggi, sehingga apabila diarahkan secara positif, anak akan tampil prima," tuturnya.

Ketua Forum PAUD Samigaluh Jawadi menuturkan, besarnya minat masyarakat juga diperlihatkan dengan banyaknya pos yang muncul. Tahun ini Samigaluh memiliki 22 pos PAUD yang tersebar di tujuh desa, tahun lalu hanya 13.

Di seluruh Kulon Progo, jumlah PAUD sudah mencapai 242 buah. Meskipun demikian, menurut Kepala Seksi Pendidikan Masyarakat Dinas Pendidikan Kulon Progo Harijana, jumlah PAUD yang tersedia baru bisa melayani 11.482 anak usia dini atau baru sekitar 34,3 persen dari total jumlah anak usia dini di Kulon Progo.

Permintaan masyarakat untuk membentuk PAUD baru pun terus mengalir. "Respons ini cukup menggembirakan. Ini berarti sudah jadi kebutuhan masyarakat," ujar Harijana.

GUNUNG KIDUL, KAMIS — Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD berperan penting dalam penentuan pola pikir anak pada usia emas 0-4 tahun. Namun, PAUD masih cenderung ditelantarkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Hingga kini, baru separuh dari total 29 juta anak usia dini di Indonesia yang telah terlayani oleh PAUD.

Tahun ini, menurut Direktur PAUD, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional, Sujarwo Singowidjojo, pemerintah menargetkan pembentukan 16.800 PAUD baru dengan target utama rintisan di 50 kabupaten termasuk Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta.

Tiap kabupaten tersebut, lanjut Sujarwo, akan memperoleh bantuan dana senilai rata-rata Rp 3 miliar untuk pengembangan PAUD. Fasilitasi pemerintah daerah di Indonesia dinilai masih kurang terutama dalam mendukung pendanaan bagi operasional PAUD maupun honor tutor dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Honor tutor dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), misalnya, baru saja naik dari Rp 50.000 menjadi Rp 100.000 per bulan yang diberikan bagi 50.000 tutor dari total 160.000 tutor. "Kami mengimbau tiap bupati untuk menggalakkan program PAUD dengan dukungan APBD," kata Sujarwo ditemui di sela launching PAUD Unggulan di PAUD An Nur, Karangmojo, Kamis (26/2).

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DI Yogyakarta Suwarsih Madya dalam sambutan tertulisnya menyatakan terus berupaya menyosialisasikan PAUD ke seluruh lapisan masyarakat. Total jumlah siswa yang duduk di Taman Pendidikan Anak, Kelompok Bermain, dan Satuan PAUD Sejenis di DIY adalah 64.651 anak dengan 6.805 tutor.

PAUD An Nur didaulat menjadi pusat unggulan PAUD Gunung Kidul dan memperoleh bantuan block grant dari pemerintah pusat senilai Rp 150 juta. Pengurus PAUD An Nur, Alifatun, mengatakan, pendanaan operasional PAUD selama ini mengandalkan bantuan dari donatur serta subsidi silang dari orangtua murid.

Sujarwo menambahkan, kualitas hidup manusia ditentukan pada sejauh mana kualitas pendidikan di usia dini. Kemampuan kognitif justru berkembang pesat pada usia 0-4 tahun. "Di tangan para tutor, perbaikan generasi muda bangsa ini ditentukan," tambahnya.

Bupati Gunung Kidul Suharto mengakui bahwa pembentukan perilaku dan sikap dimulai sejak usia dini. Saat ini, baru sekitar 51 persen anak di Gunung Kidul mengenyam PAUD. Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul berupaya terus meningkatkan kualitas pendidikan dengan pendanaan dari APBD senilai Rp 318 miliar untuk pendidikan.

LEBAK, SABTU - Ratusan anak usia dini mengikuti lomba melukis yang digelar dalam rangkaian memperingati Hari Anak Nasional (HAN) di Kabupaten Lebak, Banten.

Kepala Bidang Pendidikan Nor Formal dan Informal, Dinas Pendidikan, Kabupaten Lebak, Sabtu, mengatakan, kegiatan tersebut bertujuan untuk mendorong anak lebih berkreativitas dan menumbuhkan spiritual bakat dan minat anak.

Oleh karena itu, sejak usia dini perlu didorong jiwa emosional anak lebih mencintai kreativitas, apalagi, anak usia dini masuk kategori usia emas atau golden age.

Menurut dia, peserta kegiatan itu melibatkan Kelompok Bermain (Kober) pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang tersebar di 28 kecamatan dengan jumlah 280 anak antara usia 2-5 tahun.

Pembelajaran mereka saat ini sudah menyebar di pelosok-pelosok pedesaan yang dikelola oleh masyarakat setempat.

"Sebagian besar para tenaga pengajar Kober PAUD dengan suka rela tanpa gaji dari pemerintah," katanya.

Dia mengatakan, perkembangan Kober PAUD di Kabupaten Lebak tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Saat ini, kata dia, tercatat sebanyak 67 Kober dengan jumlah 2.027 anak, bahkan sekarang banyak anak petani mengenyam pendidikan anak usia dini.

Dia menjelaskan, kegiatan ini selain melukis juga digelar lomba gerak dan lagu, lompat simpay, menari dan mewarnai.

"Saya kira mereka sangat luar biasa karena sudah tumbuh jiwa kreativitas anak," katanya.

Sementara itu, Ketua Kober PAUD Bina Insani, Rangkasbitung, Nurmanah, mengatakan, pendidikan anak usia dini sangat mempengaruhi jiwa anak hingga dewasa, bahkan daya pikir mereka sudah terbentuk sejak usia dini itu.

Untuk itu, perlu ditumbuhkan jiwa kreativitas mereka agar kelak menjadi generasi yang berkualitas.

"Sejak saya mengelola PAUD dua tahun lalu ternyata animo masyarakat sangat tinggi," jelasnya.

LAMONGAN, SELASA- Dalam rangka memeriahkan hari anak nasional, Forum Pendidikan Anak Usia Dini, Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini, dan Ikatan Penilik Indonesia Lamongan, Selasa (5/8), menggelar pawai dengan 452 becak. Pawai diawali kereta kelinci yang ditumpangi anak-anak PAUD diiringi ratusan becak yang sudah dihias warna-warni dengan berbagai tema. Mulai dari binatang, tanaman hias dan buah-buahan.

Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Mustofa Nur mengatakan, kegiatan tersebut bertujuan untuk mengenalkan lingkungan kepada anak-anak yang masih berusia dini, terutama terkait lalu lintas.

Ketua Forum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kabupaten Lamongan Ny Endang Riyanti Mafuk mengatakan, peserta didik PAUD di Lamongan sebanyak 1.350 anak diarak keliling kota Lamongan melalui jalan-jalan protokol.

Dia menjelaskan, lembaga PAUD di Lamongan berkembang pesat, hingga Juli 2008 mencapai 838 lembaga. "Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Pemkab dan masyarakat Lamongan sangat peduli terhadap pendidikan anak usia dini," ujar Endang.

Menurut Endang masih diperlukan sosialisasi lebih maksimal kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan usia dini sebelum memasuki Taman Kanan-kanan (TK). Perkembangan anak di awal-awal kehidupannya merupakan saat yang tepat untuk memberikan rangsangan belajar dan pengalaman yang berharga.

Momen hari anak nasional merupakan saat tepat untuk menyosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan anak usia dini. Diharapkan, dalam perkembangannya anak-anak mampu mengenal lingkungan dengan baik dan tumbuh mandiri.

JAKARTA, SELASA - Layanan pendidikan bagi anak usia emas 0-6 tahun atau dikenal dengan pendidikan anak usia dini terus ditingkatkan. Hingga akhir tahun lalu, sebanyak 48,32 persen dari total 28,24 juta anak usia 0-6 tahun terlayani di PAUD formal dan nonformal.

Mudjito AK, Direktur Pembinaan SD dan TK Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta, Selasa (4/11), mengatakan perluasan akses anak-anak usia TK dilakukan dengan menyediakan TK di setiap kecamatan atau menyelenggarakan TK di SD yang sudah ada atau sekolah TK-SD satu atap. Anak usia dini yang terlayani PAUD formal dan nonformal meningkat dari tahun 2004 yang berjumlah 39 persen menjadi 48 persen lebih.

Layanan PAUD ini kini berkembang secara nonformal hingga ke tingkat RT/RW. Anak yang dilayani di jenjang TK/Raudhatul Athfal (RA) atau PAUD formal berjumlah 4,2 juta, sedangkan di PAUD nonformal sebanyak 6,8 juta.

Luluk Asmawati, Dosen PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta, mengatakan kesadaran mengenai pentingnya mengoptimalkan PAUD dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang terlihat meningkat. Namun, jangan sampai layanan PAUD yang diberikan kepada anak usia 0-6 tahun itu terfokus pada target supaya anak bisa cepat membaca, menulis, dan menghitung semata.

Luluk mengatakan dalam usia emas itu yang dibutuhkan anak adalah stimulasi yang tepat dan menyenangkan untuk mengembangkan beragam kecerdasan atau multiple intelligence. "Anak jangan di-drill untuk membaca, menulis, dan menghitung dengan paksa. Sebab, otak anak akan jenuh, malah nantinya di usia belajar dia tidak punya minat lagi untuk belajar," ujar Luluk.

BANDUNG, SELASA - Kalangan pendidikan diharapkan mengkritisi janji perbaikan pendidikan yang kerap disuarakan dalam pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum 2009. Kalangan pendidikan harus terus menagih janji bila calon itu terpilih.

Menurut Ketua Forum Mahasiswa Pasca Sarjana Indonesia, Sitti Hikmawatty, Selasa (23/12) di Bandung, di era otonomi daerah, menjelang pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum, banyak disuarakan janji perbaikan pendidikan. Janji itu dijadikan senjata utama menarik suara sebanyak-banyaknya.

"Biasanya yang disuarakan adalah pendidikan gratis, pemerataan pendidikan, pendidikan berkualitas, hingga pendidikan cerdas berkualitas," katanya dalam Seminar Nasional bertema Dengan Anggaran Pendidikan APBN dan APBD 20 Persen, Orang Miskin Tidak Boleh Sekolah di Grha Kompas Jawa Barat.

Akan tetapi, dari pengalaman pemilihan kepala daerah sebelumnya, tidak semua janji itu ternyata ditepati. Hingga kini beberapa beberapa janji belum dilakukan, terutama pendidikan gratis.

Program kemudahan pendidikan itu hanya digunakan sebagai pemanis masa kampanye. Selain itu, banyak calon yang belum mengerti benar mengenai mekanisme pemberian pendidikan gratis.

Oleh karena itu, ia mengharapkan agar kalangan pendidikan tidak terjebak dan sekedar dijadikan komoditas politik. Kalangan pendidikan harus melakukan kontrol dan terus menagih janji.

"Jangan sampai masyarakat terjebak dalam janji manis itu. Bila ternyata calon pemimpin tidak berkomitmen baik itu terpilih, maka dunia pendidikan di Indonesia akan selalu terpuruk," katanya.

Menurut Koordinator Perguruan Tinggi Swasta IV Jawa Barat dan Banten, Rochim Suratman, pemerintah harus bertanggung jawab terhadap janji perbaikan pendidikan.

Diantaranya mewujudkan janji perbaikan gratis hingga penyediaan lapangan pekerjaan. Hal itu dikatakan untuk meningkatkan minat masyarakat untuk menuntut ilmu atau belajar lebih baik.

"Dengan pemenuhan janji berarti wakil rakyat itu terpilih sudah beritikad baik. Jangan sampai janji yang disampaikannya dulu hanya janji manis," katanya.

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga resah dengan janji pemberian kesehatan gratis yang disuarakan dalam mayoritas pemilihan kepala daerah. Alasannya, hingga kini belum ada aturan dan tata cara jelas.

Ketua Umum IDI, Fachmi Idris mengatakan, beberapa hal penting antara lain pengertian pengobatan gratis, skema pembiayaan, dan mekanisme rujukan rumah sakit. Pengertian gratis, menurut Fachmi, bukan semata-mata membebaskan pembiayaan sama sekali.

Ada pihak ketiga, dalam hal ini pemerinrah yang membiayainya. Hal itu dilakukan agar prinsip masyarakat mendapatkan hak sehat bisa tercapai.

"Bila selanjutnya tidak ada kompensasi dari pemerintah daerah, permasalahan selanjutnya, beban biaya manajemen pengobatan akan dibebankan pada rumah sakit," kata Fachmi.

YOGYAKARTA, KOMPAS - Masukan materi dari masyarakat bagi Rancangan Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan atau RUU BHP terus mengalir di tengah polemik perlu tidaknya RUU tersebut disahkan. Salah satu masukan ialah perlunya audit pendidikan dimasukkan menjadi komponen penting RUU BHP. Oleh Agni Rahadyanti Masukan tersebut disampaikan pengasuh Pesan Trend Budaya Ilmu Giri Nasruddin Anshoriy dalam diskusi Mengkritisi RUU BHP dari Sisi Kebudayaan di kompleks Pendapa Tamansiswa, Sabtu (8/3).

Sebelum kita bicara yang lain, kita bicara audit pendidikan dulu. Anggaran begitu banyak yang sudah dikeluarkan pemerintah ke mana saja larinya, output-nya seperti apa, tutur Nasruddin. Menurut dia, anggaran pendidikan yang sesuai amanah UUD 1945 besarnya harus mencapai 20 persen dari APBN akan sangat rancu jika tidak diimbangi dengan audit pendidikan. Tanpa adanya audit, seperti yang terjadi selama ini, pemerintah sudah sangat konsumtif membelanjakan anggaran pendidikan. Gugatan Ketua Dewan Pendidikan DI Yogyakarta Wuryadi menambahkan, tuntutan audit pendidikan yang belum masuk ke dalam ranah RUU BHP tersebut memang patut dipikirkan.

Selama ini masyarakat banyak menuntut besarnya dana belanja pendidikan sesuai UUD 1945, tetapi gugatan terhadap akuntabilitas audit pendidikan yang memadai belum banyak dilakukan. Jika tidak dilakukan audit, ungkap Wuryadi, bisa saja rumor bahwa anggaran pendidikan lebih banyak digunakan untuk perumusan kebijakan dari satu tempat ke tempat lain sehingga menghabiskan sebagian besar dari total 20 persen anggaran pendidikan dari APBN benar adanya. Nasruddin juga menyoroti perlunya memperkecil anggaran bagi sektor pendidikan formal. Saat ini, bangsa Indonesia yang bisa mengakses pendidikan formal saya kira hanya berapa persen. Masih banyak penduduk yang berada di daerah terpencil atau pulau-pulau terluar tidak bisa mengakses pendidikan formal, tutur Nasruddin. Karena itu, anggaran bagi pendidikan informal yang dapat menjangkau mereka harus diperkuat, apalagi saat ini jumlah rakyat miskin semakin banyak. Mereka menempatkan pendidikan sebagai suatu kemewahan. Akses pendidikan belum bisa diperoleh secara merata oleh masyarakat. Dengan kemiskinan yang ada di sekitar kita, pemerataan pendidikan pun harus lebih dikemukakan sebelum peningkatan kualitas pendidikan, ujar
PALANGKARAYA, KOMPAS - Sastra dapat berfungsi sebagai media pendidikan jiwa, memperhalus budi pekerti, mempertajam kepekaan sosial, dan meningkatkan kecerdasan spiritual. Pendidikan tidak terbatas pada hal yang bersifat formal dan lahiriah, tetapi juga pendidikan nonformal dan informal, yang di dalamnya meliputi pendidikan jiwa atau budi pekerti.

Demikian Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah, Puji Santosa, dalam acara Dialog Sastra bersama sastrawan sufistik Danarto, di Palangkaraya, Jumat (21/3).

Salah satu sarana pendidikan jiwa untuk meraih kesempurnaan hidup adalah melalui kegiatan membaca, memahami, mendendangkan, mendalami makna, dan menga malkan makna yang tersurat atau tersirat dalam karya sastra yang tersirat dalam karya sastra yang ditulis Saudara Danarto, kata Puji.

Menurut Puji, karya sastra Danarto banyak memberi pencerahan, penerangan hati, memperhalus budi pekerti, memperluas wawasan, mempertajam kepekaan sosial, dan meningkatkan kualitas kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, lanjut Pu ji, karya Danarto dapat digunakan sebagai media pendidikan jiwa.

Konsep pendidikan jiwa melalui karya sastra dapat dibaca pada karya Danarto, mulai dari kumpulan cerita pendek Godlob, Berhala, Gergasi, Orang Jawa Naik Haji, Asmaraloka, dan Setangkai Melati di Sayap Jibril.

Danarto yang dikenal sebagai penulis produktif di Indonesia lahir di Sragen, Jawa Tengah, 20 Juni 1940. Kumpulan cerpennya, Adam Marifat, memenangkan Hadiah Sastra 1982 Dewan Kesenian Jakarta dan Hadiah Buku Utama 1982. (CAS)

JAKARTA, RABU - Permasalahan pendidikan anak tenaga kerja Indonesia di Malaysia sudah sangat mendesak. Sebagian besar dari mereka anak usia wajib belajar dan tidak mendapatkan pendidikan sama sekali.

"Pemerintah setempat pada dasarnya melarang pekerja membawa keluarga sehingga anak-anak yang lahir disana menjadi ilegal di Malaysia dan sulit mendapatkan pendidikan," ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Provinsi Sumatera Utara, Parlindungan Purba, Rabu (26/11). Parlindungan sendiri merupakan Ketua Tim Investigasi Pendidikan DPD RI ke Sabah. Berdasarkan data sebaran anak Indonesia di Sabah dari Departemen Pendidikan Nasional, jumlah anak mencapai 24.199 orang.

Parlindungan berharap pemerintah mendirikan sekolah Indonesia di sejumlah titik seperti di Johor Baru dan Pineng. "Kalau di sekolah itu di Kota Kinabalu akan terlalu jauh bagi anak-anak pekerja di perkebunan sawit," ujarnya.

Hamid Muhammad sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, usai rapat kerja dengan Panitia Adhoc III Dewan Perwakilan Daerah RI, Selasa (25/11) mengatakan, pemerintah akan menata pendidikan bagi anak-anak Indonesia di Malaysia. "Sudah dipikirkan integrasi antara pendidikan formal dan nonformal. Sekolah Indonesia di Kinabalu yang akan didirikan menjadi sekolah formal sekaligus induk bagi pendidikan nonformal," ujarnya.

Selasa, 03 Maret 2009

Mengharukan juga melihat dan mendengar anak-anak kelas 3 SD Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) menyanyikan lagu "Indonesia Raya" dan "Garuda Pancasila" sebelum mereka memulai belajar.

"Inilah cara kami mengenalkan Indonesia dan menumbuhkan rasa cinta pada diri anak-anak TKI di Sabah terhadap negara tercinta, Indonesia," kata Dadang Hermawan, Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Sabah, Borneo.

Sekitar 80 persen, anak-anak TKI yang sekolah di SIKK lahir di Sabah. Mereka kurang mengenal Indonesia. Lahir karena orang tua mereka adalah buruh perkebunan kelapa sawit. Anak-anak TKI itu tumbuh dan besar di negeri orang tanpa bisa mengecap pendidikan formal seperti umumnya anak-anak Indonesia di tanah air dan anak-anak warga Malaysia.

"Tidak betul juga jika dikatakan anak-anak TKI tidak bisa belajar di sekolah Malaysia. Yang dilarang adalah sekolah kebangsaan karena itu ada subsidinya. Anak warga asing seharusnya sekolah di swasta atau sekolah internasional," kata atase pendidikan KBRI Kuala Lumpur, Imran Hanafi.

"Di sinilah persoalannya, orang tuanya berprofesi sebagai TKI tidak mampu membayar sekolah swasta apalagi sekolah internasional sehingga ribuan anak-anak TKI bisa mengecap pendidikan formal," tambah dia.

Ditambah lagi, peraturan imigrasi Malaysia melarang pekerja asing membawa anggota keluarganya, baik anak dan istri, termasuk dilarang kawin.

Namun kenyataannya, TKI yang bekerja di Sabah, apakah itu menjadi buruh perkebunan kelapa sawit atau menjadi pembantu, membawa keluarganya. Para majikannya tampaknya mengijinkan hal itu demi kenyamanan dan loyalitas kerja para buruhnya.

Menurut data KJRI Kota Kinabalu tahun 2006, ada sekitar 24.199 anak-anak TKI di Sabah tidak bisa mendapatkan pendidikan. Karena saat itu yang dicatat hanya anak-anak usia sekolah maka pada tahun 2008, diperkirakan 30.000 anak-anak TKI yang tidak mengecap pendidikan formal.

JAKARTA, JUMAT - Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Departemen Pendidikan Nasional, Gatot Hari Priowirjanto mengatakan, Jumat (29/2), rencana pemotongan anggaran pendidikan belum mencapai keputusan final.

Seperti diberitakan sebelumnya, telah ada rancangan pemotongan pagu anggaran 15 persen seperti tertuang dalam Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang (RUU) RI tentang Perubahan Atas UU Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008. Dalam rancangan itu dicantumkan pagu anggaran Departemen Pendidikan Nasional yang semula Rp 49,70 triliun dalam RAPBN-Perubahan menjadi Rp 42,24.

Departemen Pendidikan Nasional, kata Gatot, tentu mempunyai prioritas terkait anggaran apa saja yang nantinya akan diamankan. Beberapa pos yang tidak dapat ditunda seperti Bantuan Operasional Sekolah, tunjangan fungsional dan profesi guru, peningkatan akses pendidikan seperti penuntasan wajib belajar akan berupaya dipertahankan.

Departemen Pendidikan Nasional baru mengusulkan pemotongan anggaran secara resmi 0,5 persen. Tergantung dari panitia anggaran pusat terkait asumsi apa yang nantinya disetujui. Jadi, masih bisa berubah, ujar Gatot. Departemen Pendidikan Nasional pernah memaparkan usulan skema penghematan anggaran hanya 0,5 persen dengan nominal Rp 271 Miliar dari total anggaran pendidikan Rp 49,7 Triliun dalam Rapat Kerja Gabungan Komisi X DPR RI dengan Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, dan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga, Senin (11/2).

Dengan persentase pemotongan yang jauh dari permintaan Departemen Keuangan itu, Depdiknas sudah terpaksa menunda anggaran Pusat Bahasa, pengembangan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (Internet) di perguruan tinggi, program kursus di pendidikan nonformal, dan penguatan kelembagaan.

Surabaya, Kompas - Dana pendidikan nonformal dan informal Jawa Timur dipotong sekitar Rp 41,8 miliar. Akibatnya, beberapa program peningkatan kualitas pendidikan seperti penghapusan buta aksara, dana hibah pendidikan luar sekolah, program penyetaraan wajib belajar sembilan tahun, dan pengembangan budaya baca dipastikan berkurang.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim Rasiyo mengatakan, pemotongan dana itu dipastikan akan mengurangi sasaran sejumlah program peningkatan pendidikan. "Program penghapusan buta aksara di pedesaan terpaksa akan dikurangi pesertanya," katanya di Surabaya, Senin (28/4).

Menurut Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal Nomor 181 Tahun 2008, dana penghapusan buta aksara untuk Provinsi Jatim dipotong sebesar Rp 23 miliar dari Rp 63 miliar. Sasaran pun berkurang sekitar 5.000 orang. Padahal, jumlah penduduk buta aksara di Jatim masih menempati posisi tertinggi di Indonesia, yaitu sekitar 3,7 juta jiwa dengan usia 10 tahun ke atas.

Sementara pemotongan dana penyetaraan wajib belajar sembilan tahun menyebabkan program kejar Paket A atau program penyetaraan pendidikan setingkat SD ditiadakan. Adapun dana untuk program kejar Paket B dipotong sebesar Rp 4,1 miliar. Demikian juga dana kejar Paket C yang dipotong hampir setengahnya. Menurut data Badan Pusat Stastistik tahun 2006, terdapat 3,6 juta penduduk Jatim yang belum pernah mengecap bangku sekolah.

Program pengembangan budaya baca pun terkena dampak penundaan anggaran oleh Departemen Keuangan. Program ini mengalami pemangkasan hingga Rp 2,8 miliar dari dana yang tersedia sebelumnya, yaitu Rp 3,7 miliar. Akibatnya, sebanyak 125 taman baca masyarakat yang ditargetkan dibangun per tahun berkurang menjadi 63 buah saja.

Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan Kota Surabaya Edi Santosa mengatakan, pemotongan sebesar Rp 6 miliar dari pengembangan kursus dan magang mengakibatkan dana hibah untuk lembaga pelatihan dan kursus dibekukan.

JAKARTA, SELASA - Pendidikan kesetaraan untuk peserta yang terdaftar di institusi penyelenggara pendidikan ini diharapkan bukan sekedar mengejar ijazah. Dalam program pendidikan kesetaraan, pembelajaran kecakapan hidup dan kepribadian profesional justru perlu ditekankan untuk menyiapkan lulusannya siap memasuki dunia kerja.

”Pembelajaran di lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan kesetaraan seperti pondok pesantren, pusat kegiatan belajar masyarakat, atau sanggar kegiatan belajar dilakukan berdasarkan acuan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi peserta untuk bisa siap bekerja dan berwirausaha. Bahan ajar yang diberikan ke peserta juga sesuai dengan kondisi kehidupan sehingga mereka memiliki kecakapan untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan,” kata Ella Yilaelawati, Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas di Jakarta, Selasa (8/7).

Menurut Ella, pendidikan kesetaraan Paket A atau setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA ini merupakan bagian dari pendidikan nonformal yang memberikan fleksibilitas kepada peserta untuk menjalani pendidikan sesuai minat dan kondisinya. Pendidikan kesetaraan sebenarnya bisa menjadi pilihan alternatif bagi individu dalam menjalani proses belajar sepanjang hayat.

Dalam kaitannya dengan program pemerintah mencanangkan wajib belajar sembilan tahun untuk anak usia sekolah, pendidikan kesetaraan mampu berkontribusi sebanyak 4,6 persen pada angka partisipasi kasar (APK) SMP secara nasional.

Karena itu, pemerintah sendiri sudah mulai mensinergikan pendidikan formal di sekolah dan pendidikan nonformal di luar sekolah, termasuk pendidikan kesetaraan, untuk meluaskan akses wajib belajar sembilan tahun bagi warga yang memiliki kendala ekonomi, sosial, budaya, dan geografis untuk bisa menikmati pendidikan di sekolah-sekolah.

Buhai Simanjuntak, Ketua Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) mengatakan pembelajaran di lembaga pendidikan kesetaraan ini perlu ditingkatkan tanpa membuatnya menjadi kaku seperti di sekolah formal. ”Pendidikan kecakapan hidup memang perlu ditekankan. Sebab, yang ikut pendidikan kesetaraan ini kan masih banyak dari keluarga tidak mampu atau bekerja. Mereka ini butuh pendidikan yang bisa meningkatkan taraf hidup dan pekerjaan mereka,” kata Buhai.

JAKARTA, RABU - Permasalahan pendidikan anak tenaga kerja Indonesia di Malaysia sudah sangat mendesak. Sebagian besar dari mereka anak usia wajib belajar dan tidak mendapatkan pendidikan sama sekali.

"Pemerintah setempat pada dasarnya melarang pekerja membawa keluarga sehingga anak-anak yang lahir disana menjadi ilegal di Malaysia dan sulit mendapatkan pendidikan," ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Provinsi Sumatera Utara, Parlindungan Purba, Rabu (26/11). Parlindungan sendiri merupakan Ketua Tim Investigasi Pendidikan DPD RI ke Sabah. Berdasarkan data sebaran anak Indonesia di Sabah dari Departemen Pendidikan Nasional, jumlah anak mencapai 24.199 orang.

Parlindungan berharap pemerintah mendirikan sekolah Indonesia di sejumlah titik seperti di Johor Baru dan Pineng. "Kalau di sekolah itu di Kota Kinabalu akan terlalu jauh bagi anak-anak pekerja di perkebunan sawit," ujarnya.

Hamid Muhammad sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, usai rapat kerja dengan Panitia Adhoc III Dewan Perwakilan Daerah RI, Selasa (25/11) mengatakan, pemerintah akan menata pendidikan bagi anak-anak Indonesia di Malaysia. "Sudah dipikirkan integrasi antara pendidikan formal dan nonformal. Sekolah Indonesia di Kinabalu yang akan didirikan menjadi sekolah formal sekaligus induk bagi pendidikan nonformal," ujarnya.

JAKARTA, SENIN - Tingginya angka putus sekolah, banyaknya anak jalanan dan anak terlantar di Indonesia membuat banyak pihak prihatin, tak terkecuali Yayasan Pendidikan Indonesia-Amerika (Indonesian-American Education Foundation) di Jakarta atau di singkat Jakarta IAEF. Jakarta IAEF akan membangun gedung dan memberikan pendidikan nonformal gratis buat anak-anak tersebut.

Demikian diungkapkan Ketua Jakarta IAEF Daniel Dhakidae, Ketua Pembina Jakarta IAEF Azyumardi Azra, anggota Pembina IAEF Jakarta Aristides Katoppo, dan President Dallas IAEF Henny Hughes, kepada pers Senin (27/10) di Jakarta. "Idenya membangun suatu yayasan untuk kepentingan pendidikan, terutama untuk anak-anak putus sekolah, anak jalanan dan anak terlantar. Mereka akan ditampung, dididik dan dilatih hingga mampu berdiri sendiri menopang kehidupannya, tanpa mengeluarkan biaya," kata Daniel Dhakidae.

Bagi mereka sudah lulus dan menguasai keterampilan sesuai bidang yang diminatinya, maka mereka akan disalurkan bekerja di luar negeri dengan jejaring yang dibangun, misalnya di Timur Tengah, Malaysia, termasuk Amerika sendiri. Sejumlah duta besar sudah dikontak dan mendukung program ini. Namun, Jakarta IAEF bukanlah lembaga pengerah jasa tenaga kerja yang mendapatkan fee.

Learning Center yang didesain oleh Fakultas Teknik Jurusan Sipil dan Perencanaan Universitas Trisakti, untuk tahap awal selain memiliki fasilitas belajar-mengajar dan training juga memiliki sejumlah fasilitas olahraga. Bangunan tiga lantai seluas lebih kurang 2.000 meter persegi di atas tanah seluas 3.000 meter persegi itu, rencananya akan dilaksanakan pada awal tahun 2009 dan diharapkan akan dapat dioperasikan pada pertengahan tahun 2010.

JAKARTA, JUMAT - Perguruan tinggi Indonesia harus mulai mengembangkan pertukaran program internasional dengan perguruan tinggi dari negara-negara lain. Program ini untuk menyiapkan lulusan peguruan tinggi Indonesia siap bersaing masuk di pasar global.

"Kondisi sosial sudah berubah jauh dan perkembangan pengetahuan juga maju pesat. Indonesia harus siap dengan perubahan itu. Dalam bidang pendidikan, kerjasama internasional dengan lembaga pendidikan di belahan negara lain harus dilakukan dalam berbagai bentuk," kata Rektor Bina Nusantara University, Geraldus Pola, dalam seminar menyambut Dies Natalis Universitas Negeri Jakarta (UNJ), di Jakarta, Jumat (23/5).

Menurut Geraldus, pengalaman untuk bisa masuk dalam dunia internasional itu idealnya sudah bisa dirasakan peserta didik saat di bangku kuliah. Perguruan tinggi berkolaborasi dalam riset, seminar, pertukaran pengajar dan pelajar, hingga penyelenggaraan dual degree program."Untuk bisa melaksanakan pertukaran program internasional harus ada banyak yang perlu dibenahi, terutama untuk memenuhi standar internasional. Keuntungan yang diperoleh banyak karena lulusan kita jadi mudah masuk ke pasar global, misalnya mudah untuk bekerja di negara lain secara kompetitif," kata Geraldus.

Untuk internasionalisasi pendidikan ini perlu ada jaminan kualitas, networking, dan alokasi sumber daya yang memenuhi standar nasional. Tujuannya supaya perguruan tinggi di Indonesia bisa juga diakui kurikulumnya di dunia internasional. (ELN)

Kamis, 18 Desember 2008 | 19:06 WIB

SURABAYA, KAMIS - Angka partisipasi kotor pendidikan tinggi di Indonesia kalah dibandingkan Kamboja yang baru intensif membangun pada era 1990 -an. Sampai tahun lalu, baru 17 persen penduduk usia pendidikan tinggi di Indonesia yang kuliah.

Anggota Dewan Riset Nasional (DRN) Prasetyo Sunaryo mengatakan, angka partipasi kotor (APK) pendidikan Kamboja pada 2007 sudah 20 persen. "Padahal, negara itu dikoyak perang saudara dari 1970 hingga 1993. Mereka baru intensif membangun saat Indonesia mencanangkan siap masuk era tinggal landas," ujarnya di Surabaya, Kamis (18/12).

Bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, APK Indonesia lebih tertinggal lagi. Filipina sudah mencapai 28 persen. Sementara APK Malaysia sudah sampai 41 persen. "China yang penduduknya lebih dari satu miliar sudah mencapai 20 persen," ujarnya.

Selain masih rendah, APK Indonesia tidak terdistribusi secara merata. APK nasional masih didominasi oleh Jakarta dan Yogyakarta. "Artinya, APK pendidikan tinggi di provinsi lain bisa jauh lebih rendah dari itu. Ini akibat lembaga pendidikan tinggi tidak tersebar merata," tuturnya.

Karena itu, penting untuk mendorong dan membantu perguruan tinggi di daerah terpencil. Dorangan dan bantuan terutama diarahkan kepada perguruan tinggi yang mengembangkan potensi lokal. "Untuk daerah terpencil, sebaiknya didirikan akademi dengan fokus keterampilan yang sesuai dengan potensi daerah setempat," tuturnya.

Pada akademi-akademi itu, penting dibantu peralatan teknologi informatika dan komunikasi (TIK). "Akses TIK akan membantu akademi mendapat informasi lebih banyak. Salah satu penyebab ketertinggalan adalah akses informasi masih rendah," ujarnya.

JAKARTA, SENIN – Mulai tahun ini, tim pengawas Ujian Nasional (UN) akan ditambah dengan melibatkan perguruan tinggi dalam Pengawas Satuan Pendidikan. Mereka ditigaskan mengawasi pelaksanaan UN di SMA/ MA yang akan memantau, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan UN di wilayahnya kepada Menteri dan BSNP.

Hal itu dikatakan Koordinator Ujian Nasional, Djemari Mardapi, dalam konferensi pers di Gedung Depdiknas, Jl Jend Sudirman, Jakarta, Senin (12/1).

“Kalau tim pemantau independen itu kan memang sudah ada untuk di SMP/Mts/ SMP luar Biasa dan SD, sedangkan tim pengawas untuk perguruan tinggi ya tim dari perguruan tinggi ini,” kata Djemari.

Mardapi mengatakan dalam pelaksanaannya, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) akan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk menempatkan mahasiswanya dalam penyelenggaraan UN. “BNSP akan menunjuk PTN berdasar rekomendasi Majelis Rektor PTN sebagai koordinator perguruan tinggi di provinsi tertentu,” katanya.

Tugas mereka, menurut Djemari Mardapi, selain menjaga keamanan dan kerahasiaan penggandaan dan pendistribusian naskah, juga melakukan pemindaian (scanning) lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN) dengan menggunakan perangkat lunak yang ditetapkan BSNP.

“Mereka ditempatkan di tiap satuan pendidikan minimal 1 orang. Kalau ada 10 kelas minimal ada 1 orang pengawas dari tim perguruan tinggi, tetapi tak boleh masuk ke dalam ruangan,” kata Djemari Mardapi.

Dikatakan Ketua Badan Standar Nasional pendidikan (BSNP) Mungin Eddy Wibowo, pengawas dari perguruan tinggi maupun tim pengawas independen atau siapapun termasuk pejabat yang meninjau tak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan tes. “Ini demi menjaga konsentrasi siswa, karena waktu mengerjakan siswa dapat berkurang bila perhatian teralihkan,” katanya.

Pengawas dari perguruan tinggi dan tim independen boleh masuk bila ditengarai ada tindak kecurangan yang terjadi. “Pengawas dalam ruangan untuk SD, SMP dan SMU tetap 2 orang guru yang telah ditentukan dari sistem silang dari sekolah yang berbeda,” jelasnya.

BANDUNG, RABU - Pemerintah optimistis mampu meraih laju pertumbuhan ekonomi (LPE) tahun 2009 sebesar 5,5 persen kendati berada dalam kondisi krisis global. Dua upaya utama yang dipersiapkan antara lain peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguatan ekonomi domestik.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) Paskah Suzetta menjelaskan realisasi pencapaian LPE nasional sampai akhir tahun lalu berkisar 6,1 persen . Sementara tingkat pengangguran berada pada posisi 15,4 persen.

"Tahun 2009, ditargetkan pertumbuhan ekonomi 5,5 persen agar tingkat pengangguran bisa berkisar 9,3 persen," kata Paskah di Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis (7/1) .

Untuk meraih target tersebut, pemerintah telah merencanakan stimulus penguatan yang telah disesuaikan dengan ketentuan presiden dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009. Stimulus yang akan dilakukan pemerintah, jelas Paskah, yakni penguatan ekonomi domestik dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Pendidikan tinggi pun menjadi salah satu penentu. Alasannya, dalam konteks daya saing global, peranan pendidikan tinggi sangat penting dalam mendorong percepatan kemajuan bangsa.

Pemerintah sendiri mengambil strategi pengembangan dinamika pengembangan ekonomi global yang digerakan ilmu pengetahuan. Paskah mengatakan, strategi ini menempatkan pendidikan tinggi pada posisi yang strategis.

"Lulusan perguruan tinggi akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Inilah yang disebut knowledge driven economic growth," katanya.

Saat ini, pembangunan pendidikan nasional masih belum memadai untuk menghadapi persaingan global. Daya saing masih lemah dibandingkan negara lain. Salah satu indikatornya terlihat dari angka paritisipasi kasar (PT) pada jenjang perguruan tinggi yang pada 2007 hanya berkisar 17,25 persen . Padahal APK Thailand mencapai 42,7 persen, Malaysia 32,5 persen, dan Filipina 28,1 persen .

Mengacu pada World Compteitiveness Report 2007-2008, posisi Indonesia di ASEAN berada pada urutan keempat. Singapura berada di posisi pertama, Malaysia kedua, dan Thailand ketiga.

"Dalam konteks penguasaan iptek, Indonesia tergolong pada kelompok technology adaptor countries. Dengan kata lain baru bisa mengadopsi teknologi dan belum sampai pada tahapan implementasi. Pendidikan kita masih banyak yang masih harus diperbaiki," paparnya.

Paskah menyebutkan, pemerintah telah melakukan komitmen politik untuk memperkuat sektor pendidikan. Salah satunya dengan mengalokasikan 20 persen APBN 2009 untuk kegiatan pendidikan nasional.

Alokasi dana pendidikan pada tahun ini berkisar Rp 207,4 triliun. Dalam konteks pendidikan tinggi, penambahan alokasi pendidikan berfokus kepada peningkatan profesionalitas dan kesejahteraan, serta peningkatan mutu pendidikan dan penelitian untuk memperkuat daya saing bangsa.

JAKARTA, SELASA - Pendidikan tinggi jarak jauh dengan kualitas akademik yang baik sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu sumber daya manusia, terutama kalangan guru. Namun, pilihan guru untuk menikmati layanan pendidikan tinggi masih terbatas akibat minimnya infrastruktur pendidikan. Padahal ada satu juta lebih guru yang harus meningkatkan kualifikasi pendidikan diploma IV atau S-1 hingga tahun 2015.

"Para guru ini kan diwajibkan untuk mencapai kualifikasi akademik D-IV/S-1, tetapi disyaratkan jangan sampai melalaikan kewajiban mengajar. Ini kan dilema buat guru. Solusinya ya harus ada pilihan pendidikan tinggi jarak jauh yang beragam dengan tetap mengutamakan kualitas akademik," kata Sulistyo, Ketua Umum Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Swasta Indonesia di Jakarta, Selasa (2/9).

Menurut Sulistyo, pemerintah harus segera mengatur penyelenggaraan pendidikan jarak jauh, terutama untuk melayani guru. Jika mengandalkan Universitas Terbuka saja, kemampuannya terbatas.

Selain menyediakan infrastruktur yang mendukung pengembangan pendidikan jarak jauh, semisal teknologi informasi dan komunikasi, juga perlu disiapkan supaya layanan pendidikan ini juga menyediakan modul-modul yang bisa dipahami untuk belajar mandiri. Dengan demikian, pendidikan tinggi untuk peningkatan kualitas guru yang berdampak dalam pengajarannya di kelas bisa tercapai.

Kemantapan UT di pusat itu belum tentu cerminan di daerah lain. Untuk tutor saja, masih ada yang guru SD-SMA yang kebetulan sudah S-1. Jadi perlu diatur mana perguruan tinggi yang siap dan mampu melaksanakan pendidikan jarak jauh. Itu harus dicek betul supaya terjamin kualitasnya. "Sebab, peningkatan kualitas akademik guru itu bukan untuk mengejar ijasah, tapi untuk membentuk guru yang bermutu sehingga pendidikan kita ada perbaikan," tambah Sulistyo.

BANDUNG, SENIN- Ujian nasional tingkat sekolah menengah atas dan sederajat akan dilakukan serentak mulai Selasa (22/4) ini. Ujian akan diikuti 302.257 siswa se-Jawa Barat. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menargetkan angka ketidaklulusan di bawah 1 persen.

Kepala Sub Dinas Pendidikan Menengah Tinggi Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Syarif Hidayat, Senin (21/4) menegaskan, hasil ujian nasional tingkat SMA dan sederajat tahun ini harus lebih baik dari sebelumnya. "Jika tahun lalu ada 1,5 persen rata-rata Jabar yang tidak lulus, tahun ini targetnya di bawah 1 persen," tuturnya.

Menurutnya, target ini tidaklah berlebihan mengingat pelaksanaan ujian nasional sudah memasuki tahun keempat. Sehingga, sudah sewajarnya sekolah dan komponen lain terbiasa mempersiapkan ujian nasional sebaik mungkin. Disinggung soal beban yang kini makin berat dimana pelajaran bertambah menjadi enam begitu juga angka kelulusan, ia optimis, itu tidak akan terlalu berpengaruh. Mengingat, kesiapan sekolah dan siswa jauh lebih matang.

Dibandingkan tahun lalu, jumlah peserta ujian nasional tingkat SMA, SMK dan Madrasah Aliyah di Jabar ini mengalami peningkatan. Menurut Syarif, peningkatan itu mencapai 10 persen. "Peningkatan, terutama dari siswa SMK. Dari sebelumnya 104 ribu menjadi 116 ribu," tuturnya. Ia mengatakan, jika pun siswa tidak berhasil lulus, nantinya masih ada ujian kejar paket C pada Juli mendatang.

Optimisme pencapaian kelulusan ujian nasional yang tinggi juga disampaikan oleh pihak sekolah. Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Kota Bandung Ajat Sudrajat ditemui di sela-sela bongkar muat naskah soal di SMAN 8 Kota Bandung, kemarin, mengatakan, target 99 persen kelulusan cukup rasional. "Sebetulnya, 98 persen jika dihitung siswa yang sakit atau berhalangan," tuturnya.

Ia mengakui, meski beban ujian nasional bertambah, persiapan sekolah dan siswa pun tidak kalah hebatnya. Ini terlihat dari intensifikasi pemantapan yang dilakukan sejak jauh-jauh hari, semester pertama. Serta, try out yang lebih banyak dari tahun sebelumnya. Rata-rata sekolah lakukan try out 4-6 kali. "Di tempat saya saja lima kali," tuturnya. Dari hasil try out, angka kelulusan rata-rata mencapai 80 persen. Namun, ini lebih dikarenakan tingginya tingkat kesukaran soal.(JON)

JAKARTA, SENIN - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Mansyur Ramli mengatakan, nilai rata-rata hasil Ujian Nasional atau UN di jenjang pendidikan menengah atas tahun ini naik dibandingkan tahun lalu.

Hal itu diungkapkannya dalam Rapat Kerja Departemen Pendidikan Nasional dengan anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (16/6).

Untuk Sekolah Menengah Atas, nilai rata-rata hasil UN secara nasional tahun ini 7,2 atau meningkat dibandingkan tahun lalu yang nilai rata-ratanya 7,16. Sedangkan, untuk Sekolah Menengah Kejuruan nilai rata-rata hasil UN 7,10 secara nasional atau naik dari tahun lalu yang nilai rata-ratanya 6,9.

Peningkatan tidak hanya di sekolah yang berfasilitas baik. Menurut Mansyur, daerah yang fasilitasnya terbilang rendah ternyata juga meningkat nilai rata-rata UN-nya. Terlebih lagi, batas nilai standar yang ditetapkan pemerintah juga meningkat dan jumlah mata pelajaran bertambah.

Mansyur mengatakan, pihaknya belum menerima laporan dari Badan Standar Nasional Pendidikan atau BSNP soal hasil UN secara nasional. Namun, dia memperkirakan ketidaklulusan untuk UN tahun ini di level pendidikan menengah atas sekitar delapan persen atau turun satu persen dibandingkan ketidaklulusan tahun lalu.

umat, 29 Februari 2008 | 00:53 WIB

Jakarta, Kompas - Pemotongan anggaran pendidikan sebesar 15 persen akan mengganggu pelayanan publik di bidang pendidikan dan berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang sudah dicapai. Di sisi lain, tidak ada jaminan anggaran pendidikan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang.

”Pengurangan anggaran pendidikan berdampak panjang. Kualitas pendidikan kita yang sudah rendah akan bertambah parah,” ujar Ketua Harian Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia yang juga mantan rektor Universitas Negeri Jakarta, Prof Sutjipto, Kamis (28/2).

Anggaran Departemen Pendidikan 2008 yang semula Rp 49,70 triliun turun menjadi Rp 42,24 miliar dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2008. Angka itu bahkan lebih kecil dari anggaran tahun 2007 sebesar Rp 44,1 triliun.

Dia mengatakan, pemerintah harus sadar betapa pentingnya pendidikan. Selama ini, kesadaran akan arti penting pendidikan baru sebatas wacana, tetapi tidak demikian realitas politik yang sebenarnya.

Sebagai gambaran, pada akhir tahun 2007, masih terdapat ruang kelas SD/MI yang rusak sebanyak 91.064. Jumlah ruang kelas SMP yang rusak sebesar 20.223.

Perpustakaan yang katanya jantung pendidikan itu hanya dimiliki oleh 27,6 persen sekolah dasar. Ketersediaan tenaga pengajar berkualitas juga menjadi masalah. Jumlah guru berkualifikasi di bawah S-1 dan D-4 masih tinggi, yakni 1.457.000 orang atau sekitar 58,3 persen.

Untuk akses pendidikan dasar misalnya, daerah yang angka partisipasi kasar atau APK level SMP masih kurang dari 80 persen sebanyak 111 kabupaten/kota dan tujuh provinsi hingga akhir 2007. Masih terdapat daerah yang pencapaian APK SMP di bawah 50 persen, seperti Kabupaten Te- luk Bintuni di Papua Barat dengan APK SMP sederajat baru 46,92 persen dan Kabupaten Yahukimo di Papua dengan APK 48,32 persen. Data tersebut dipresentasikan dalam acara Rembuk Nasional Departemen Pendidikan Nasional beberapa waktu lalu.

JAKARTA, RABU - Selain dilarang memungut uang, terhitung mulai tahun ajaran 2008 tidak ada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri yang boleh menjual buku pelajaran kepada para siswanya. Buku wajib tersebut juga tidak lagi harus berganti setiap tahun.

"Semua buku pelajaran untuk SD dan SMP sudah disediakan oleh pemerintah melalui dana biaya operasional sekolah (BOS)," kata Kepala Sub Dinas Standarisasi dan Pengembangan Pendidikan Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta Kamaluddin usai dialog tentang Peluang, Hambatan, dan Tantangan Kelangsungan Pendidikan di Jakarta, Rabu (25/6).

Menurut Kamaluddin, sekolah dilarang menjual buku pelajaran karena Menteri Pendidikan Nasional sudah membeli 49 judul buku untuk murid kelas satu sampai enam SD dan kelas satu sampai tiga SMP. Buku-buku pelajaran tersebut akan digunakan selama lima tahun. Dalam kurun waktu itu, buku-buku tersebut tidak akan diganti.

"Karena buku-buku sudah disediakan pemerintah, sekolah meminjamkan kepada para siswanya secara gratis, tanpa ada biaya apapun termasuk tidak ada biaya untuk perawatan," jelas Kamaluddin.

Tidak hanya buku, Dinas Pendidikan Dasar DKI juga melarang pihak sekolah baik SD dan SMP negeri menjual pakaian seragam kepada para siswanya. "Pihak sekolah tidak boleh menjual seragam. Orangtua bebas memilih mau membeli seragam di mana saja," tegas Kamaluddin.

Pungutan

Menyinggung soal SD dan SMP gratis di Jakarta, Kamaluddin membenarkan, selama ini belum ada petunjuk teknis(Juknis) tentang komite sekolah (Komsek). Dengan begitu, Komsek ini seringkali dijadikan alat oleh pihak pimpinan sekolah untuk memungut sejumlah uang kepada orangtua dari siswa baru pada penerimaan siswa baru.

"Kami harapkan Juknis Komsek sudah jadi pada Juli mendatang. Penyusunan Juknis ini akan dikoordinasikan bersama Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta, karena pada dasarnya Juknis tersebut juga akan diberlakukan untuk SMA negeri," papar Kamaluddin.

Kamaluddin membenarkan, sejak tahun 2005 banyak ditemukan sekolah baik SD dan SMP negeri terutama unggulan yang tetap memungut biaya kepada orangtua murid baru. Padahal sejak itu Pemerintah Provinsi DKI memberlakukan SD dan SMP gratis sejak tahun 2005.

"Sudah banyak pimpinan sekolah yang sudah kami tindak karena melanggar aturan, tetap memungut biaya kepada murid baru. Ada puluhan kepala sekolah yang sudah diproses di tim pembinaan aparatur Dinas Dikdas DKI," tambah Kamluddin.

YOGYAKARTA, RABU - Pendidikan korupsi di sekolah menengah masih dianggap kurang. Para siswa jarang diajarkan tentang seluk-beluk tindak korupsi, termasuk transparansi dalam penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah.

Pendidikan korupsi di sekolah tidak ada. Untuk pelajaran PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) pun hanya disinggung sedikit, kata Rizky Bayu Premana, Koordinator aksi damai Kampanye Simpatik 100 Pelajar se-DIY Peserta Sekolah Antikorupsi Clean Generation, di perempatan kantor Pos Besar Yogyakarta, Rabu (24/9) sore.

Aksi damai ini menjadi salah satu bagian dari sekolah anti korupsi (semacam pesantren kilat) yang diikuti oleh pengurus organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dan kehiatan rohani Islam (rohis) dari 20 sekolah di DIY.

Pelatihan yang dimotori oleh Forum Pemuda Anti Korupsi (FPAK) bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat Kemitraan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini berlangsung 23-25 September, dengan pemberian materi seputar korupsi, pembahasan kasus-kasus korupsi, dan diskusi antarpeserta.

Ketua FPAK Suraji mengatakan pelatihan ini merupakan rangkaian awal dari program yang direncanakan akan berlangsung selama setahun penuh. " Nantinya, sebanyak seratus siswa SMA di DIY setiap bulan akan mendapat pelatihan antokorupsi ini," katanya.

Lebih jauh, Suraji mengatakan pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan informasi secara mendalam seputar korupsi kepada siswa-siwa tersebut. "Kalau mereka sudah paham, maka mereka bisa mengetahui dan ikut mengawasi jika terdapat praktek-praktek korupsi di lingkungan sekitar mereka," katanya.

Pasalnya, Suraji melihat sekolah sebagai lembaga pendidikan selama ini menjadi sangat rentan terhadap berbagai praktek korupsi. Hal ini tidak terlepas dari begitu banyaknya dana yang dialokasikan untuk program-program pendidikan oleh pemerintah seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Sasaran pelatihan pada anak SMA juga dilandasi pemikiran bahwa remaja merupakan usia paling produktif dan relatif lebih mudah dalam menyerap pengetahuan dibanding kelompok usia lain. Penanaman nilai-nilai antikorupsi sejak dini juga dinilai sebagai investasi jangka panjang yang akan menguntungkan di masa depan.

Manfaat pelatihan dirasakan langsung oleh peserta. Menurut Rizky dirinya memeroleh banyak pengetahuan, mulai dari posisi Indonesia yang ternyata menduduki peringkat keempat negara paling korup di dunia, hingga bagaimana cara generasi muda ikut serta memberantas korupsi. Ada tiga cara memberantas korupsi, yakni dengan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas, ujarnya.

YOGYAKARTA, KAMIS - Meskipun angka partisipasi kasar atau APK jenjang SD/MI di DI Yogyakarta mencapai 109,24 persen, namun masih terdapat 5.151 anak usia pendidikan dasar terutama penduduk miskin belum terakses pendidikan dasar. Di luar itu, sebanyak 133.074 anak yang belum tertampung dalam lembaga Pendidikan anak usia dini atau PAUD.

Hal itu diungkapkan Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X dalam rapat Koordinasi Teknis dalam rangka Penyusunan Program dan Kegiatan tahun 2009, Kamis (3/4) di Kepatihan Yogyakarta. Menurut Sultan, pembangunan pendidikan dari aspek perluasan akses pendididkan secara umum di DIY sudah memadai, meskipun diakuinya belum optimal dari tingkat ketercapaian.

Angka Partisipasi Kasar PAUD mencapai 54.81 persen atau 161.403 anak dari jumlah total anak usia dini 294.477 anak . Ini berarti masih ada sebanyak 133.074 anak yang belum tertampung dalam lembaga PAUD. Adapun, angka Partisipasi Kasar Sekolah Menengah (SMA/MA/SMK) mencapai 76,73 persen. Sedangkan, Anak Berkebutuhan Khusus yang belum terlayani sejumlah 1.662 anak dari total Anak Berkebutuhan Khusus 5.781. Di DIY jumlah anak berkubutuhan khusus yang telah terlayani pendidikan sebesar 71,25 persen atau 4.119 anak. "Daya Saing Pendidikan masih perlu ditingkatkan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif," katanya

BANDUNG, SELASA - Pembiayaan investasi, personalia, dan operasional di sekolah tingkat wajib belajar pendidikan dasar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Dilarang ada pungutan di jenjang sekolah dasar dan menegah pertama yang diselenggarakan pemerintah.

Hal ini diatur tegas di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan yang dikeluarkan pertengahan bulan lalu. PP yang menjadi bagian dari upaya standardisasi pendidikan nasional ini mengatur rinci tentang mekanisme biaya pendidikan, pengelolaan dan tanggung jawabnya.

Menurut Ketua I Forum Aspirasi Guru Independen Indonesia Ahmad Taufan, PP ini memberi konsekuensi ke depan, yaitu tidak adanya lagi kewajiban masyarakat untuk ikut menanggung biaya pendidikan di tingkat wajar dikdas. "Kalau di Bandung, ya yang dibebaskan itu tingkat SD-SMP karena masih memakai wajar dikdas 9 tahun. Di Jakarta, bisa sampai 12 tahun," tuturnya.

Pengecualiannya, jika sekolah itu merupakan bagian dari program rintisan sekolah bertaraf internasional (SBI). Di sekolah-sekolah negeri bestatus Rancangan SBI ini masih dimungkinkan memungut biaya dari masyarakat untuk mendorong kualitas sekolah. "Ke depan, tidak ada lagi istilah iuran SPP di sekolah dasar dan SMP," ucapnya.

Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 49 PP 48/2008, masyarakat tidaklah dilarang memberikan sumbangan yang tidak mengikat kepada sekolah. Namun, syaratnya, sekolah diwajibkan mempertanggungjawabkan dana secara transaparan dan diaudit oleh akuntan publik. Lalu, wajib diumumkan ke media cetak berskala nasional.

Pungutan itu, ucapnya, terutama untuk alokasi peningkatan kesejehtaraan guru di sekolah. Sebanyak 70 persen dana masyarakat terserap untuk ini (kesejahtaraan guru), tutur guru SDN Merdeka V Kota Bandung ini. Jika pemerintah tidaklah meningkatkan kesejehteraan guru secara bertahap, ia pesimis, pungutan masih akan berlangsung. Kita ketahui, tunjangan profesi itu kan tidak diterima setiap guru. "Tunjangan fungsional yang jelas-jelas diterima seluruh guru, masih suka telat diterima. Sudah setahun ini telat," ujar Taufan.

Menurut Koordinator Koalisi Pendidikan Kota Bandung Iwan Hermawan, dua PP yang baru saja keluar, yaitu PP 48/2008 ditambah PP 47/2008 tentang Wajib Belajar itu sedikit banyak bakal makin menyulitkan praktik pungutan biaya sekolah dari masyarakat. Rapat penentuan APBS yang berlangung di SD-SMP di minggu-minggu ini bakal alot, prediksinya.

JAKARTA, SELASA - Fasilitas perpustakaan sebagai salah satu sarana dan prasarana di sekolah yang penting untuk meningkatkan mutu pendidikan masih rendah. Kondisi perpustakaan yang memprihatinkan, baik soal ruangan perpustakaan maupun koleksi buku-buku yang tersedia, justru terjadi di tingkat pendidikan dasar.

Dari data Departemen Pendidikan Nasional, pada 2008 tercatat baru 32 persen SD yang memiliki perpustakaan, sedangkan di tingkat SMP sebanyak 63,3 persen. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan ruang perpustakaan di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan dasar sekitar 10 persen.

Yanti Sriyulianti, Koordinator Education Forum, di Jakarta, Selasa (13/1), mengatakan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai standar nasional merupakan tanggung jawab pemerintah. Masyarakat bisa menuntut pemerintah pusat dan daerah jika terjadi kesenjangan mutu pendidikan akibat sarana dan prasarana yang timpang di antara perkotaan dan pedesaan atau di antara sekolah-sekolah yang ada.

Perpustakaan yang merupakan salah satu tempat untuk siswa dan guru mencari sumber belajar belum dianggap penting. Keberadaan perpustakaan hanya sekadar memenuhi syarat tanpa memperhatikan bagaimana seharusnya fasilitas perpustakaan disediakan dan bagaimana menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa dan guru untuk menumbuhkan minat baca.

Abbas Ghozali, Ketua Tim Ahli Standar Biaya Pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan, mengatakan pendidikan dasar di Indonesia yang diamanatkan konstitusi untuk menjadi prioritas pemerintah masih berlangsung ala kadarnya. Pemerintah masih berorientasi pada menegejar angka statistik soal jumlah anak usia wajib belajar yang bersekolah, sedangkan mutu pendidikan dasar masih minim.

Padahal, soal sarana dan prasarana pendidikan di setiap sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar nasional sarana dan prasarana. Peraturan ini memberi arah soal keberadaan perpustakaan di setiap sekolah.