Jumat, 06 Maret 2009

BANDUNG, SELASA - Kalangan pendidikan diharapkan mengkritisi janji perbaikan pendidikan yang kerap disuarakan dalam pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum 2009. Kalangan pendidikan harus terus menagih janji bila calon itu terpilih.

Menurut Ketua Forum Mahasiswa Pasca Sarjana Indonesia, Sitti Hikmawatty, Selasa (23/12) di Bandung, di era otonomi daerah, menjelang pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum, banyak disuarakan janji perbaikan pendidikan. Janji itu dijadikan senjata utama menarik suara sebanyak-banyaknya.

"Biasanya yang disuarakan adalah pendidikan gratis, pemerataan pendidikan, pendidikan berkualitas, hingga pendidikan cerdas berkualitas," katanya dalam Seminar Nasional bertema Dengan Anggaran Pendidikan APBN dan APBD 20 Persen, Orang Miskin Tidak Boleh Sekolah di Grha Kompas Jawa Barat.

Akan tetapi, dari pengalaman pemilihan kepala daerah sebelumnya, tidak semua janji itu ternyata ditepati. Hingga kini beberapa beberapa janji belum dilakukan, terutama pendidikan gratis.

Program kemudahan pendidikan itu hanya digunakan sebagai pemanis masa kampanye. Selain itu, banyak calon yang belum mengerti benar mengenai mekanisme pemberian pendidikan gratis.

Oleh karena itu, ia mengharapkan agar kalangan pendidikan tidak terjebak dan sekedar dijadikan komoditas politik. Kalangan pendidikan harus melakukan kontrol dan terus menagih janji.

"Jangan sampai masyarakat terjebak dalam janji manis itu. Bila ternyata calon pemimpin tidak berkomitmen baik itu terpilih, maka dunia pendidikan di Indonesia akan selalu terpuruk," katanya.

Menurut Koordinator Perguruan Tinggi Swasta IV Jawa Barat dan Banten, Rochim Suratman, pemerintah harus bertanggung jawab terhadap janji perbaikan pendidikan.

Diantaranya mewujudkan janji perbaikan gratis hingga penyediaan lapangan pekerjaan. Hal itu dikatakan untuk meningkatkan minat masyarakat untuk menuntut ilmu atau belajar lebih baik.

"Dengan pemenuhan janji berarti wakil rakyat itu terpilih sudah beritikad baik. Jangan sampai janji yang disampaikannya dulu hanya janji manis," katanya.

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga resah dengan janji pemberian kesehatan gratis yang disuarakan dalam mayoritas pemilihan kepala daerah. Alasannya, hingga kini belum ada aturan dan tata cara jelas.

Ketua Umum IDI, Fachmi Idris mengatakan, beberapa hal penting antara lain pengertian pengobatan gratis, skema pembiayaan, dan mekanisme rujukan rumah sakit. Pengertian gratis, menurut Fachmi, bukan semata-mata membebaskan pembiayaan sama sekali.

Ada pihak ketiga, dalam hal ini pemerinrah yang membiayainya. Hal itu dilakukan agar prinsip masyarakat mendapatkan hak sehat bisa tercapai.

"Bila selanjutnya tidak ada kompensasi dari pemerintah daerah, permasalahan selanjutnya, beban biaya manajemen pengobatan akan dibebankan pada rumah sakit," kata Fachmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar