Selasa, 03 Maret 2009

umat, 29 Februari 2008 | 00:53 WIB

Jakarta, Kompas - Pemotongan anggaran pendidikan sebesar 15 persen akan mengganggu pelayanan publik di bidang pendidikan dan berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang sudah dicapai. Di sisi lain, tidak ada jaminan anggaran pendidikan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang.

”Pengurangan anggaran pendidikan berdampak panjang. Kualitas pendidikan kita yang sudah rendah akan bertambah parah,” ujar Ketua Harian Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia yang juga mantan rektor Universitas Negeri Jakarta, Prof Sutjipto, Kamis (28/2).

Anggaran Departemen Pendidikan 2008 yang semula Rp 49,70 triliun turun menjadi Rp 42,24 miliar dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2008. Angka itu bahkan lebih kecil dari anggaran tahun 2007 sebesar Rp 44,1 triliun.

Dia mengatakan, pemerintah harus sadar betapa pentingnya pendidikan. Selama ini, kesadaran akan arti penting pendidikan baru sebatas wacana, tetapi tidak demikian realitas politik yang sebenarnya.

Sebagai gambaran, pada akhir tahun 2007, masih terdapat ruang kelas SD/MI yang rusak sebanyak 91.064. Jumlah ruang kelas SMP yang rusak sebesar 20.223.

Perpustakaan yang katanya jantung pendidikan itu hanya dimiliki oleh 27,6 persen sekolah dasar. Ketersediaan tenaga pengajar berkualitas juga menjadi masalah. Jumlah guru berkualifikasi di bawah S-1 dan D-4 masih tinggi, yakni 1.457.000 orang atau sekitar 58,3 persen.

Untuk akses pendidikan dasar misalnya, daerah yang angka partisipasi kasar atau APK level SMP masih kurang dari 80 persen sebanyak 111 kabupaten/kota dan tujuh provinsi hingga akhir 2007. Masih terdapat daerah yang pencapaian APK SMP di bawah 50 persen, seperti Kabupaten Te- luk Bintuni di Papua Barat dengan APK SMP sederajat baru 46,92 persen dan Kabupaten Yahukimo di Papua dengan APK 48,32 persen. Data tersebut dipresentasikan dalam acara Rembuk Nasional Departemen Pendidikan Nasional beberapa waktu lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar