Selasa, 03 Maret 2009

Kamis, 18 Desember 2008 | 19:06 WIB

SURABAYA, KAMIS - Angka partisipasi kotor pendidikan tinggi di Indonesia kalah dibandingkan Kamboja yang baru intensif membangun pada era 1990 -an. Sampai tahun lalu, baru 17 persen penduduk usia pendidikan tinggi di Indonesia yang kuliah.

Anggota Dewan Riset Nasional (DRN) Prasetyo Sunaryo mengatakan, angka partipasi kotor (APK) pendidikan Kamboja pada 2007 sudah 20 persen. "Padahal, negara itu dikoyak perang saudara dari 1970 hingga 1993. Mereka baru intensif membangun saat Indonesia mencanangkan siap masuk era tinggal landas," ujarnya di Surabaya, Kamis (18/12).

Bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, APK Indonesia lebih tertinggal lagi. Filipina sudah mencapai 28 persen. Sementara APK Malaysia sudah sampai 41 persen. "China yang penduduknya lebih dari satu miliar sudah mencapai 20 persen," ujarnya.

Selain masih rendah, APK Indonesia tidak terdistribusi secara merata. APK nasional masih didominasi oleh Jakarta dan Yogyakarta. "Artinya, APK pendidikan tinggi di provinsi lain bisa jauh lebih rendah dari itu. Ini akibat lembaga pendidikan tinggi tidak tersebar merata," tuturnya.

Karena itu, penting untuk mendorong dan membantu perguruan tinggi di daerah terpencil. Dorangan dan bantuan terutama diarahkan kepada perguruan tinggi yang mengembangkan potensi lokal. "Untuk daerah terpencil, sebaiknya didirikan akademi dengan fokus keterampilan yang sesuai dengan potensi daerah setempat," tuturnya.

Pada akademi-akademi itu, penting dibantu peralatan teknologi informatika dan komunikasi (TIK). "Akses TIK akan membantu akademi mendapat informasi lebih banyak. Salah satu penyebab ketertinggalan adalah akses informasi masih rendah," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar