Senin, 25 Mei 2009

Potret Suram di SDN Bekasi

Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad telah memenuhi janjinya menyediakan pendidikan dasar gratis di SDN. Bahkan untuk SMPN mulai tahun 2009 ini juga sudah berlaku efektif. Saya sebagai warga Bekasi sungguh menyampaikan terima kasih.

Namun, di lapangan masih ditemukan beberapa tindakan yang tidak sejalan bahkan bertolak belakang dengan semangat Pemkot Bekasi membantu meringankan beban biaya pendidikan bagi masyarakat. Uang sekolah memang gratis, tetapi sekarang orangtua murid justru mengeluarkan uang yang kalau dihitung jumlahnya berkali lipat dari besarnya biaya SPP yang sebelumnya harus mereka bayar. Modus yang digunakan oknum guru sekolah tersebut adalah:
1. Hampir semua guru (wali kelas) SDN VI Padurenan Bekasi menawarkan kepada muridnya untuk les di rumah guru ybs dua kali seminggu dengan bayaran Rp 100.000 per murid per bulan. Memang guru itu tidak secara langsung mengatakan besaran biaya les, tapi melalui orangtua murid yang menjadi penghubung atau perantara guru.
2. Di samping wali kelas, guru mata pelajaran juga melakukan hal yang sama, seperti guru bahasa Inggris, komputer, dan agama. Jika dihitung, berapa ratus ribu rupiah sebulan orangtua murid harus mengeluarkan uang untuk biaya pendidikan SD yang katanya gratis?
3. Memang les-les tersebut tidak ada ketentuan yang mewajibkannya, tapi bagi orangtua murid yang anaknya tidak ikut les akan mendapatkan perlakuan dan perhatian yang berbeda dari guru ybs di sekolah. Akibatnya, ada murid yang diperhatikan, sebaliknya ada yang diabaikan.
4. Dengan adanya les di rumah, guru mengajar di sekolah tidak optimal, sering meninggalkan kelas, menjelaskan ala kadarnya. Ketika banyak murid yang tidak memahami pelajaran atau nilainya jatuh, keadaan ini digunakan si guru untuk menawarkan les ke rumah kepada sang murid.
5. Untuk pengadaan buku pelajaran dan baju seragam (olahraga) yang seharusnya tidak boleh lagi dilakukan sekolah, pada praktiknya tetap saja dikoordinir oleh sekolah dengan menunjuk salah seorang wali murid sebagai agen tempat penjualan buku. Judul buku dan pengarangnya tidak pernah diberitahu pihak sekolah secara terbuka sehingga memaksa orangtua murid berhubungan dengan agen buku sekolah tersebut. Setelah semua murid memiliki buku (saat ujian semester berjalan), barulah judul dan pengarang buku tersebut ditempel di sekolah, seolah-olah sekolah sudah transparan dalam pengadaan buku.
Kepada Bapak Wali Kota Bekasi yang dikenal memiliki komitmen tinggi untuk pendidikan dan selalu bertindak cepat terhadap aparatnya yang berbuat salah, serta Kepada Dinas Pendidikan Kota Bekasi, bagaimana kita akan menjadikan dunia pendidikan sebagai basis membangun moral dan budi pekerti bila di tingkat pendidikan dasar mereka sudah mengalami perlakuan dan tindakan yang tidak menjunjung nilai moral dan etika?
Mohon kiranya Komite Sekolah yang sudah mati suri sejak dibebaskannya biaya pendidikan di SDN dan SMPN dapat diaktifkan kembali. Paling tidak sebagai sarana kontrol perilaku guru dan sekolah yang tidak menjunjung tinggi moral dan etika pasukan pahlawan tanpa tanda jasa, serta penyambung kepentingan orangtua murid dan sekolah, itu.
Atas perhatian Bapak Wali Kota Bekasi dan pejabat terkait, kami ucapkan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar