Senin, 25 Mei 2009

Senin, 2009 Mei 11

Esensi Pendidikan Tinggi

Esensi Pendidikan Tinggi
BARU - baru ini harian The Times Inggris menampilkan hasil survei peringkat perguruan tinggi (PT) terkemuka (520 universitas), dan menempatkan Undip Semarang sebagai peringkat 495 dari sekitar 11.000 PT yang disurvei. Sementara tiga besar dunia diduduki Harvard University (AS), University of Cambridge (Inggris) dan University of Oxford (Inggris). Tiga perguruan tinggi lain di Indonesia yang masuk dalam 500 besar adalah UI (ke-250), ITB (ke-258) dan UGM (ke-270).

Apa artinya ? Tidak satu pun perguruan tinggi kita masuk dalam 10 besar universitas terbaik dunia, bahkan 100 besar pun tidak. Padahal yang dinilai sangat mendasar dan bisa dicapai oleh PT yang normal mana pun.

Ada empat hal yang dinilai THES (Times Higher Education Survey) yaitu terserapnya alumni di bursa kerja, kualitas pembelajaran, persentase mahasiswa dan dosen, serta kualitas riset.

Dari keempat kriteria itu ternyata ada satu kriteria yang harus menjadi goal (tujuan) setiap perguruan tinggi yaitu terserapnya lulusan di bursa kerja. Sedangkan tiga kriteria lainnya merupakan variabel independen yang mempengaruhi kriteria pertama.

Berdasarkan hasil analisis penulis dari keempat kriteria tersebut adalah : Pertama, terserapnya lulusan PT di bursa kerja.

Perguruan tinggi harus dan mesti menghasilkan lulusan yang kompeten di dunia kerja. Kebutuhan tenaga kerja di lapangan harus dapat diidentifikasi perguruan tinggi. Perguruan tinggi tidak boleh hanya menyelenggarakan pembelajaran yang asal-asalan, sekadar memenuhi kewajiban proses pendidikan, tanpa tahu apa yang perlu diajarkan pada mahasiswanya.

Perguruan tinggi harus mengetahui makanan apa yang harus diberikan pada mahasiswa agar lulusannya nanti sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Harus dapat membekali mahasiswa untuk dapat mengembangkan diri setelah terjun dalam dunia kerja. Karena dunia kerja sangat dinamis, sedangkan lulusan yang mampu beradaptasi dengan dinamika alam itulah yang akan tetap survive.

Bagaimana caranya ? Menu makanan pendidikan terhadap mahasiswa namanya kurikulum dan silabus. Kurikulum dan silabus ini tidak bisa dibuat oleh seorang pimpinan akademik sekalipun. Harus dihasilkan melalui workshop kurikulum dan silabus dan narasumbernya melibatkan praktisi sebagai user alumni .

Kurikulum dan silabus yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja merupakan menu wajib yang harus diberikan. Rincian dari silabus tersebut bernama SAP (satuan acara pembelajaran) yang sifatnya pelengkap. SAP ini bertujuan agar dalam implementasi kurikulum dan silabus tidak menyimpang dari tujuan setiap mata kuliahnya.

Ini memiliki kelemahan sebab dina-mika keilmuan terus berkembang dan jangan sampai terpatri pada SAP.

Kurikulum dan silabus ini harus dievaluasi terus - menerus, khususnya dalam hal materi kurikulum suatu program studi, sesuai dengan perkembangan zaman. Mengubah kurikulum kalau tidak sangat mendesak hendaknya dihindari, karena akan mengganggu sistematika program studi. Perubahan yang dapat dilakukan adalah pada tatanan silabus dan konversi nama mata kuliah. Perubahan ini tidak akan mengganggu sistematika program studi.

Konstitusi

Kalau kita lihat kondisi bursa kerja di Indonesia, para lulusan perguruan tinggi dirugikan. Masalahnya adalah jumlah lulusan lebih besar dari jumlah lapangan kerja. Untuk menyikapinya mestinya pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lapangan kerja dan harus bisa.

Ketersediaan lapangan kerja ini menjadi amanah dalam konstitusi yaitu setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (UUD Pasal 27).

Kita tentu sangat sedih ketika kinerja pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran sangat rendah bahkan kemiskinan tambah menggunung.

Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang dapat menyerap tenaga kerja. Caranya banyak, salah satunya menggalakkan investasi melalui kemudahan berinvestasi di Indonesia, antara lain dengan pembuatan perda di daerah untuk tidak mempersulit investasi.

Contoh, Pemerintah mengeluarkan kebijakan memberikan kredit lunak bagi pengusaha yang bergerak dalam investasi padat karya (padat tenaga kerja) bukan padat modal (padat mesin pengganti tenaga kerja). Bank BRI adalah Badan Usaha Milik Negara dan keberadaannya sampai pada pelosok desa, bisa dimanfaatkan untuk itu.

Kedua, kualitas pembelajaran dimulai dari dosennya. Untuk memberikan pembelajaran pada level S-1 maka sebaiknya kualifikasi dosen pengajarnya minimal sudah Magister (S-2). Untuk memberikan pembelajaran pada level magister dan doktor sebaiknya diajar oleh dosen yang kualifikasinya bergelar doktor atau profesor.

Setelah kualifikasi dosen dipenuhi, maka proses pembelajaran yang berkualitas diciptakan. Ketua program studi harus menjadi lokomotif terdepan untuk proses pembelajaran yang baik.

Ketua program studi harus membuat kontrak pembelajaran dengan para dosen, di antaranya kesesuaian pembelajaran dengan silabus mata kuliah, kedalaman materi pembelajaran, jumlah tatap muka , penggunaan alat-alat pembelajaran bila diperlukan dan mengevaluasi kualitas pembelajaran para dosen.

Tiga, persentase dosen dengan mahasiswa. Kriteria ini bermaksud pada kondisi yang mendukung berhasilnya suatu pembelajaran. Kalau kita sering melihat perguruan tinggi melakukan proses pembelajaran terhadap mahasiswa berjumlah ratusan dalam satu kelas, tentu efektivitasnya dipertanyakan.

Dikti Depdiknas memberi standar untuk ratio dosen dan mahasiswa yang baik 1 : 25 untuk fakultas sosial, sedangkan fakultas eksakta 1 :20. Hal ini berarti proses pembelajaran pada mahasiswa harus efektif. Empat, kualitas riset universitas. Sering kita melihat riset yang dilakukan perguruan tinggi muluk-muluk, referensi yang digunakan jurnal asing yang sama sekali tidak dibutuhkan dalam pembangunan jangka pendek di Indonesia khususnya universitas. Dalam konteks keilmuan, masih relevan. Mestinya penelitian perguruan tinggi meneliti kebutuhan kebutuhan keilmuan mendasar mahasiswa, kebutuhan mendasar perguruan tinggi, baru meneliti untuk kebutuhan lingkungan luas.

Hasil-hasil riset keilmuan yang banyak dibutuhkan mahasiswa dan dunia kerja harus disosialisasikan di perpustakaan universitas bukan di ruangan lemlit. Riset bukan untuk riset tetapi untuk kemaslahatan ummat. Dari situlah keilmuan mahasiswa berkembang termasuk hasil-hasil riset dari luar sekalipun.

Dalam era informasi seperti sekarang ini masih banyak mahasiswa yang gagap teknologi. Internet sebagai sarana untuk mengakses ilmu pengetahuan harusnya menjadi bekal dalam memasuki dinamika keilmuan.

Keempat kriteria perguruan tinggi yang berkualitas diatas, bukan kriteria yang diawang-awang. Perguruan tinggi di Indonesia pun sangat dapat menerapkannya.

Kalau rangking terbaik perguruan tinggi kita peringkat 250, bagaimana dapat menjadi rujukan masyarakat dunia. Lulusan perguruan tinggi harus menjadi khairah ummah, yaitu umat yang ditunggu-tunggu dunia kerja dan masyarakat luas. Karena sesungguhnya, sebaik-baik ummat itu adalah yang paling bermanfaat bagi lingkungannya. (al-Hadist).

http://www.suaramerdeka.com/harian/0611/27/opi03.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar