Minggu, 12 April 2009

JAKARTA - Ratusan anak putus sekolah di perkampungan nelayan Blok Empang, Kampung Baru-Muara Angke, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, memperoleh pendidikan layanan khusus. Itu untuk menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun.

"Di kampung itu ada sekitar 500 anak usia sekolah tak melanjutkan pendidikan di SD dan SMP karena alasan ekonomi. Bahkan ada yang belum pernah mengenyam bangku sekolah sama sekali," kata Ketua PLK Lentera Bangsa, Saefudin Zuhri, baru-baru ini.

Mereka kebanyakan berusia siswa SD-SMP, sedangkan sisanya SMA. Dari 500 anak, hanya 300 terdaftar di PLK. Anak yang aktif mengikuti pendidikan di PLK itu secara rutin 180 orang.

Tokoh masyarakat Muara Angke yang juga pendiri PLK Lentera Bangsa, Fadil Hamili, menyatakan anak nelayan sama seperti anak di tempat lain. Mereka berhak memperoleh pendidikan dan itu dijamin Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan UUD 45.

"Pendidikan milik semua orang. Lewat PLK, kami dapat merekrut anak yang selama ini termarjinalkan dan kurang beruntung. Karena kunci utama sebagai modal dasar pembangunan bangsa ini adalah lewat pendidikan," katanya.
Dia menuturkan anak-anak nelayan dapat dikategorikan anak berkebutuhan khusus karena berada pada posisi termarjinalkan.

"Meski masih anak-anak, karena impitan ekonomi, mereka harus bekerja keras seperti orang dewasa. Mereka mencari kebutuhan hidup sehari-hari, membantu orang tua, sehingga tak pernah terpikirkan untuk sekolah," katanya.

Dijamin UU

Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa (PSLB) Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, Ekodjatmiko Sukarso, menyatakan anak di bawah 18 tahun yang belum sekolah atau putus sekolah dapat belajar lewat PLK. Itu dijamin Pasal 31 UU tentang Sisdiknas.

Untuk menjawab soal keterbatasan kesempatan memperoleh pendidikan, pemerintah bertekad kuat menuntaskan wajib belajar sembilan tahun. Sebab, itu merupakan sikap dan komitmen politik sekaligus kepedulian bangsa.

Dia mengatakan, pemerintah tak dapat memenuhi semua itu tanpa dukungan masyarakat, LSM, pemerintah daerah, dan swasta.

Program sekolah PLK kelak menitikberatkan pada "kearifan lokal", yaitu membina dan mendidik anak-anak berkebutuhan khusus dengan konsentrasi 80% kecakapan hidup atau keterampilan khusus. Jadi, setelah lulus mereka dapat hidup mandiri. Kearifan lokal itu kekayaan setiap daerah yang mesti dikembangkan.

"Materi akademik dan keterampilan khusus disesuaikan dengan wilayah dan LSM akan membuat kurikulum tingkat satuan pendidikan bagi anak-anak kelompok berkebutuhan khusus," katanya. (ant-53)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar